Mendikbud: Foto Okezoe |
Rupanya yang dikatakan 'baru menerima' itu adalah uang tunjangan profesi. Sebagian guru, memang ada yang baru satu atau dua triwulan menikmati hasil jerih-payah yang lama terjanji-janji itu. Karena giliran ikut PLPG memang terlambat, maka lambat pula dia mendapat dan merasakan uang tunjangan itu. Dan kini, ketika ada UKG yang isunya akan menjadi dasar pembayaran tunjangan 'sertifikasi' itu, kontan saja ada yang risau dan takut tak lulus, lalu tak lagi dibayar.
Sejak beredarnya berita akan dilaksanakannya UKG bagi para guru, pembicaraan guru memang semakin seru hampir setiap waktu. Pada jam istirahat di sekolah, misalnya tidak lagi melulu istirahat sambil mengerjakan tugas-tugas keseharian guru (menyusun RPP, membuat soal dan atau tugas lain sesuai tanggung jawab sebagai guru) tapi ada tambahan satu topik pembicaraan: apa pentingnya UKG. Sekelompok guru menjelaskan untuk apa UKG dibuat. Kelompok ini cenderung menerima dan mendukung program pemerintah ini. "Agar guru mau terus mengembangkan diri dan mau terus belajar agar sukses sebagai pengajar," hmmm terdengar mulia argumen sisi ini.
Tapi di satu kelompok lagi, sebaliknya. Tidak ada yang perlu dengan UKG. Tidak mungkin kompetensi guru hanya akan diukur dari dua jam selama ujian itu. Guru sudah bertungkus lumus bukan hanya berjam-jam tapi sudah bertahun-tahun. Mengajar di tempat yang sangat sulit. Sulit komunikasi, sulit membeli, sulit mencari dan banyak kesulitan lagi. Maka, hargai sajalah karya dan hasil usaha guru seperti ini.
Pemikiran sisi kedua ini memang terdengar agak membenci UKG yang konon di tahap awal berguna untuk memetakan kompetensi guru. Lalu di tahap berikutnya, para guru akan diberi pembekalan lagi agar kompetensinya meninmgkat. Tapi guru-guru yang terlanjur salah persepsi ini sudah sampai di tahap apriori kiepada UKG. Tentu saja kalau sudah apriori, maka akan jelek sajalah semuanya.
Itulah sebabnya, tidak harus apriori dulu terhadap program ini. Diikuti saja dengan hati yang tenang, pikiran yang cemerlang dan jauhkan perasaan melayang yang membuat banyak energi positif akan hilang. Sayang, jika karena salah persepsi kita malah ikut kecewa yang tidak ada gunanynya.
Ayo, lalu bagaimana? Teruslah menjadi guru yang baik, guru yang mau terus belajar, guru yang akan memberi ketenangan kepada peserta didiknya. Jadi juga guru yang membuat anak senang, memberi inspirasi kepada siswa atau siapa saja. Nah, mari kita mencoba.***
Pemikiran sisi kedua ini memang terdengar agak membenci UKG yang konon di tahap awal berguna untuk memetakan kompetensi guru. Lalu di tahap berikutnya, para guru akan diberi pembekalan lagi agar kompetensinya meninmgkat. Tapi guru-guru yang terlanjur salah persepsi ini sudah sampai di tahap apriori kiepada UKG. Tentu saja kalau sudah apriori, maka akan jelek sajalah semuanya.
Itulah sebabnya, tidak harus apriori dulu terhadap program ini. Diikuti saja dengan hati yang tenang, pikiran yang cemerlang dan jauhkan perasaan melayang yang membuat banyak energi positif akan hilang. Sayang, jika karena salah persepsi kita malah ikut kecewa yang tidak ada gunanynya.
Ayo, lalu bagaimana? Teruslah menjadi guru yang baik, guru yang mau terus belajar, guru yang akan memberi ketenangan kepada peserta didiknya. Jadi juga guru yang membuat anak senang, memberi inspirasi kepada siswa atau siapa saja. Nah, mari kita mencoba.***
Simpang-siur itulah yang menyebabkan timbulnya salah persepsi guru dalam memahami UKG. Akhirnya guru menyimpulkan bahwa UKG yang dibuat pemerintah ini hanyalah semata untuk menghapus tunjangan profesi yang terlanjur diberikan.
Sesungguhnya pembayaran tunjangan profesi adalah untuk menindaklanjuti ketentuan dan perundang-undangan yang memang mewajibkan pemerintah untuk memberikan tunjangan profesi kepada guru.
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda