BERSEDEKAH atau berinfaq mungkin sudah biasa kita
lihat orang atau seseorang melakukannya. Terutama di bulan puasa, misalnya
paling sering kita saksikan orang melakukan aktivitas sedekah atau berinfaq.
Bersedekah langsung --memberi-- atau melalui orang lain, sudah tidak asing bagi
kita.
Tapi orang bersedekah di Mekkah atau Madinah
seperti yang saya saksikan ketika melaksanakan ibadah umroh di Tanah Suci
(20-29 Desember 2017) kemarin itu, pantas untuk diberikan rasa bangga dan rasa
kagum. Layak untuk diteladani.
Magrib hari Selasa (26/12) itu saya dan Pak Amin,
teman satu kamar selama di Mekkah kebetulan sama-sama meneruskan waktu Magrib
ke Isya tanpa kembali ke hotel terlebih dahulu. Mengingat jarak Hotel Dallah
Ajyad, tempat kami menginap lumayan jauh dari Masjid Alharam, maka selepas
magrib itu kami tidak kembali ke hotel lagi. Tapi kami mengisi waktu (semacam
i'tikaf) di masjid dengan membaca alquran menjelang datangnya waktu Isya.
Ketika membaca alquran itulah, seseorang berbaju
jubah Arab berwarna putih dengan perawakan Arab berjalan dari satu jamaah ke
jamaah lainnya sambil membawa kurma di tangan kanan dan satu kotak tisu di
tangan kiri. Dia memberikan dan membagi-bagikan kurma itu kepada para jamaah
yang duduk-duduk sembari menunggu waktu Isya itu.
Saya mengambil tiga butir kurma dan mengambil
satu lembar tisu yang saya pakai sebagai bungkus/ alas kurma sebelum saya
memakannya. Saya meneruskan saja mengaji karena waktu Isya memang masih lama.
Orang-orang lainnya ada yang langsung menyantap buah kurma ranum itu dan ada
juga yang tetap membiarkan kurmanya tergeletak di hadapan sambil meneruskan
membaca alquran.
Sepuluh menit menjelang masuk waktu Isya, saya
menutup alquran. Saya memakan buah kurma sedekah orang Arab itu dengan rasa
bahagia. Pada saat perut memang mendekati makan malam, ada orang menyodorkan
buah kurma, tentu saja itu sebuah kebahagiaan.
Di Baitullah selepas thowaf |
Setelah ketiga buah kurma itu saya makan dan
membungkus bijinya dengan kertas tisu saya menghirup kopi (serasa jahe) yang
juga disuguhkan oleh orang yang bersedekah. Dan tak lama, bungkus biji kurma
dan gelas plastik suguhan kopi jahe yang masih tergeletak di hadapan saya,
langsung dipungut oleh orang yang sama. Saya benar-benar terkesima dan
bertambah kagum. Dalam hati saya, dia yang bersedekah, dia yang mengantarkan sedekahannya kepada orang
yang akan menerima, dan dia juga yang memungut 'sampah' di hadapan setiap
jamaah yang sudah disuguhkannya buah kurma. Sungguh mulia hatinya.
Saya hanya membaca subhanalloh pertanda rasa kagum dan bahagia. Betapa
sempurnanya keikhlasan orang itu dalam bersedkah. Dan tiba-tiba saya teringat
beberapa kasus orang bersedekah di negeri saya sendiri. Saya ingat sebuah kasus
orang kaya yang bersedekah menjelang hari raya. Para fakir-miskin dipanggilnya
ke rumahnya untuk menerima sedekah. Sedihnya, karena cara pembagian sedekahnya
juga tidak baik dan benar, pelaksanaan pembagian sedekah itu malah menimbulkan
malapetaka: timbulnya korban, bahkan kematian.
Jika saja para dermawan atau orang-orang kaya itu
benar-benar ingin bersedekah, tentu saja hendaklah membuat para penerimanya
senang dan berbahagia. Bukan justeru mendatangkan malapetaka, korban. Ada
banyak cara yang bisa ditempuh agar sedekah benar-benar sampai dengan baik. Di
sinilah keikhlasan itu akan terlihat.
Seperti yang ditunjukkan oleh orang yang
bersedekah kurma di Masjid Alharam itu. Dia yang mengantarkan kepada setiap
jamaah. Dia --dibantu orangnya-- juga yang membagi-bagikan kopi. Dan akhirnya
dia pula yang mengutip (mengumpulkan) sampah kurma yang disedekahkannya. Para
penerima sedekah benar-benar duduk manis saja menerima sedekah itu. Bisakah
kita?***
Catatan yang sama di http://kariclick.com/catatan-dari-tanah-suci-ikhlasnya-hati-dalam-memberi/
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda