SELAMA ini masih belum merata sekolah-sekolah memiliki dan mengelola website sekolah sendiri. Jika ada kreativitas warga sekolah, kebanyakan informasi sekolah baru dapat diikuti melalui akun-akun media sosial lain seperti facebook, twitter dan sejenis. Beberapa sekolah memang sudah menginformasikan sekolah lewat blog tapi bukan website dengan domain khusus untuk sekolah, misalnya.
Selain kendala kemauan dan kemampuan, belum meratanya kepemilikan website sekolah juga disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Ini alasan klasik, memang. Beberapa sekolah yang kepala sekolahnya sempat diajak berdiskusi, mereka menyatakan anggaran yang kurang membuat sekolah kurang bersemangat untuk membuat dan mengelola website sekolah. Dalam pikiran rekan-rekan pengelola sekolah, anggaran website sekolah haruslah besar. Padahal itu tidaklah benar.
Saya menganggap alasan kekurangan anggaran tidaklah sepenuhnya benar. Bahkan tidak benar sama sekali karena sesungguhnya sejak adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bahkan sejak sebelumnya, tentu sudah ada juga anggaran operasional sekolah yang khusus untuk pengelolaan website. Syaratnya, jika sendiri mau menganggarkannya.
Setelah adanya bantuan khusus operasional yang disebut BOS, maka anggaran operasional itu sudah semakin mudah merencanakannya. Jika pun pada awal keberadaan BOS --saat dalam bentuk rintisan-- untuk SLTA, belum ada dana khusus untuk website, para pengelola sekolah sejatinya bisa menganggarkan dana untuk keperluan operasional website itu. Tinggal sekolah mau atau tidak untuk menganggarkan keperluan-keperluan berkaitan pembuatan dan pengelolaan website sekolah.
Untuk anggaran yang akan berlaku pada bulan Juli 2015 ini, dana BOS ternyata sudah dan tetap menganggarkan untuk operasional website sekolah. Seperti BOS tahun berjalan, dalam Juknis memang sudah ditetapkan salah satu penggunaan anggaran dana BOS adalah untuk pengelolaan website sekolah. Dengan demikian, dana BOS sesungguhnya terus mendorong sekolah agar mengelola website sekolah sebagai salah satu sarana informasi sekolah dengan masyarakat.
Dari sini sesungguhnya dapat digambarkan bahwa ketiadaan website sekolah tidaklah dikarenakan ketiadaan anggaran atau biaya. Nyatanya dana bantuan Pemerintah dari BOS itu sudah ditentukan bahwa salah satu penggunaannya adalah untuk pengelolaan website sekolah. Ini berarti keberadaan website sekolah sepenuhnya ditentukan oleh pengelola sekolah itu sendiri. Selama sekolah tidak menjadikan keberadaan website sekolah sebagai salah satu keperluan sekolah, maka selama itu pula website sekolah tidak akan ada di sekolah tersebut.
Di sisi lain, anggaran APBN berupa dana BOS itu sesungguhnya sudah menganggarkan kebutuhan pengelolaan sekolah. Dana BOS terbukti sangat mendorong malah memerintahkan adanya website sekolah untuk setiap sekolah. Bahwa untuk keperluan pengelolaan website sekolah diperlukan beberapa hal pokok seperti jaringan internet dan arus listrik, ini tentu saja menjadi kewajiban utama lainnnya yang hrus diperhatikan sekolah. Apapun dan bagaimanapun caranya, kebutuhan utama untuk keperluan website tentu saja harus diusahakan sekolah. Bagaimanapun, anggaran sudah tersedia maka website pun wajib ada.***
Selain kendala kemauan dan kemampuan, belum meratanya kepemilikan website sekolah juga disebabkan oleh keterbatasan anggaran. Ini alasan klasik, memang. Beberapa sekolah yang kepala sekolahnya sempat diajak berdiskusi, mereka menyatakan anggaran yang kurang membuat sekolah kurang bersemangat untuk membuat dan mengelola website sekolah. Dalam pikiran rekan-rekan pengelola sekolah, anggaran website sekolah haruslah besar. Padahal itu tidaklah benar.
Saya menganggap alasan kekurangan anggaran tidaklah sepenuhnya benar. Bahkan tidak benar sama sekali karena sesungguhnya sejak adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) bahkan sejak sebelumnya, tentu sudah ada juga anggaran operasional sekolah yang khusus untuk pengelolaan website. Syaratnya, jika sendiri mau menganggarkannya.
Setelah adanya bantuan khusus operasional yang disebut BOS, maka anggaran operasional itu sudah semakin mudah merencanakannya. Jika pun pada awal keberadaan BOS --saat dalam bentuk rintisan-- untuk SLTA, belum ada dana khusus untuk website, para pengelola sekolah sejatinya bisa menganggarkan dana untuk keperluan operasional website itu. Tinggal sekolah mau atau tidak untuk menganggarkan keperluan-keperluan berkaitan pembuatan dan pengelolaan website sekolah.
Untuk anggaran yang akan berlaku pada bulan Juli 2015 ini, dana BOS ternyata sudah dan tetap menganggarkan untuk operasional website sekolah. Seperti BOS tahun berjalan, dalam Juknis memang sudah ditetapkan salah satu penggunaan anggaran dana BOS adalah untuk pengelolaan website sekolah. Dengan demikian, dana BOS sesungguhnya terus mendorong sekolah agar mengelola website sekolah sebagai salah satu sarana informasi sekolah dengan masyarakat.
Dari sini sesungguhnya dapat digambarkan bahwa ketiadaan website sekolah tidaklah dikarenakan ketiadaan anggaran atau biaya. Nyatanya dana bantuan Pemerintah dari BOS itu sudah ditentukan bahwa salah satu penggunaannya adalah untuk pengelolaan website sekolah. Ini berarti keberadaan website sekolah sepenuhnya ditentukan oleh pengelola sekolah itu sendiri. Selama sekolah tidak menjadikan keberadaan website sekolah sebagai salah satu keperluan sekolah, maka selama itu pula website sekolah tidak akan ada di sekolah tersebut.
Di sisi lain, anggaran APBN berupa dana BOS itu sesungguhnya sudah menganggarkan kebutuhan pengelolaan sekolah. Dana BOS terbukti sangat mendorong malah memerintahkan adanya website sekolah untuk setiap sekolah. Bahwa untuk keperluan pengelolaan website sekolah diperlukan beberapa hal pokok seperti jaringan internet dan arus listrik, ini tentu saja menjadi kewajiban utama lainnnya yang hrus diperhatikan sekolah. Apapun dan bagaimanapun caranya, kebutuhan utama untuk keperluan website tentu saja harus diusahakan sekolah. Bagaimanapun, anggaran sudah tersedia maka website pun wajib ada.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda