AHAD (27/05) siang itu saya mengalami musibah: kecelakaan kendaraan. Saya terjatuh ketika mengendarai vespa tua saya, sekitar pukul satu, bakda zuhur itu. Meskipun tidak terlalu laju, ternyata kecepatan 40-an Km/ jam itu cukup menyulitkan ketika mendadak ada kendaraan lain di depan saya. Seorang anak perempuan, naik kendaraan (motor) mendadak muncul di simpang tiga Wonosari arah Gg. Awang Nur. Saya kaget dengan keadaan jalan basah (hujan) yang membuat keseimbangan vespa saya hilang: buuaar, vespa merah itu menyungkur di jalan aspal bersama saya.
Beberapa menit berikutnya kerumunan orang sudah ramai. Selain dua motor yang hampir bersamaan ada di simpang itu, beberapa kendaraan lain yang baru lewat juga sudah berhenti menyaksikan kecelakaan yang alhamdulillah hanya melibatkan saya sendiri. Saya tidak tahu apa jadinya, andai saya tidak membanting setang vespa ke kiri dan menabrak gadis yang persis di depan saya saat itu. Tentu akan melibatkan orang lain. Jika saya menabrak motornya yang terbelintang di depan saya, tentu kaki kanannya akan tertabrak oleh vespa saya, na'uzubillah.
Saya sendiri langsung berdiri sesaat setelah terjatuh. Saya melihat vespa yang kapnya peot dan mencoba menegakkannya. Tapi tidak bisa. Sepertinya berat sekali. HP di saku baju berserakan ke jalan aspal. Saya pungut dan saya pasangkan karena terlepas baterianya. Beberapa orang meminta saya untuk duduk di tepi jalan. Mungkin mereka ingin saya tidak terjadi apa-apa, maka lebih baik duduk saja. Tapi saya mencoba tetap berdiri sambil melihat dan merasakan bagian mana saja yang terasa sakit.
Kedua kaki saya terasa sangat sakit. Tapi yang mengkhawatirkan saya adalah bagian bawah kaki kiri saya. Saya melihat ada luka cukup parah. Kulit dan dagingnya koyak tepat sedikit di atas mata kaki kiri itu. Darahnya mengucur deras. Seorang laki-laki refleks berlari seperti mengambil dedaunan, lalu memamahnya. Daun yang sudah hancur di mulutnya itu dia keluarkan dan ditempelkannya ke lobang luka kaki saya tanpa saya minta. "Tahan, Pak. Sedikit pedih," katanya sambil menutup lobang itu. Lalu dia balut dengan sobekan kain yang entah dari mana dia dapatkan. Saya melihatnya, darah masih keluar. Saya berusaha tetap tenang sambil merasakan apakah kepala saya pusing atau tidak. Ternyata perasaan saya biasa saja, kecuali hanya perih di beberapa bagian kaki.
Akhirnya saya putuskan untuk ke rumah sakit. Kepada seorang lelaki yang baru saja lewat saya minta bantu antarkan. Dia langsung mau dan membonceng saya ke RSUD Muhammad Sani. Walaupun saya merasa belum mengenalnya, alhamdulillah dia langsung bersedia. Tentu saja karena saya dalam keadaan terluka begitu.
Lukanya ditutup seseorang dengan kunyahan daun |
Di rumah sakit saya langsung ditangani oleh seorang perawat. Saya kenal dia, Ilham. Dia adalah murid saya, dulunya ketika dia masih di SMA. Kini dia sudah menjadi perawat di Ruang UGD RSUD Muhammad Sani itu. Tentu saja saya merasa lebih nyaman jika yang menangani saya adalah orang yang saya kenal. Apalagi dia adalah seorang murid saya sendiri, dulunya.
Tapi yang membuat saya terharu dalam kecelakaan ini adalah bahwa dalam kesusahan seperti itu, saya merasakan betapa sebuah ikatan antara kita dengan orang lainnya itu menjadi sangat berarti bagi saya. Ikatan itu bisa karena persahabatan di dunia maya, di dunia nyata, apalagi ikatan antara seorang guru dengan siswanya. Saat-saat kesulitan (kecelakaan) seperti itu bantuan dari orang lain itu sangat terasa maknanya. Itulah yang saya rasakan.
Ketika saya terjatuh itu, saya ingat beberapa orang refleks memabantu (meskipun itu sudah lazim karena orang mengalami musibah) dengan cara masing-masing. Seumpama membantu luka robek di kaki saya, ada yang memamah daun sesuatu (biasanya daun jambu batu, senuduk, dll) untuk ditempelkan ke luka saya. Konon untuk menahan darahnya keluar. Lalu ada yang menawarkan membantu untuk mengantarkan ke rumah sakit. Di rumah sakit sendiri, saya nyaman ditangani oleh perawat yang ternyata adalah murid saya, dulunya.
Berbagai kemudahan itu tentu saja karena adanya ikatan hubungan tertentu (terutama hubungan silaturrahmi) antara satu dengan lainnya itu. Tanpa ikatan hubungan itu, boleh jadi berbagai kesulitan akan dirasakan. Kecelakaan di Ramadhan 1439/ 2018 ini betapapun sedihnya ternyata ada sisi-sisi baiknya. Tentu saja kita tidak ingin mendapatkan kecelakaan ini tapi kita tetap ingin memelihara ikatan silaturrahim sesama manusia.***
(M. Rasyid Nur)
(M. Rasyid Nur)
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda