BREAKING NEWS

Jumat, 25 September 2015

Bersahabat dengan Lembu

KISAH ini adalah kisah lain dari prosesi pemotongan hewan kurban dalam Idul Adha 1436 ini. Ada catatan menarik yang saya saksikan ketika Kamis (24/09/2015 atau 11/12/1346)  pagi itu giliran memotong hewan kurban yang bernama lembu atau sapi itu (di sini ada yang menyebut sapi dan ada pula yang menyebut lembu) tukang potongnya memulai dengan sedikiit ritual. Sepertinya ritual untuk membuat lembu itu lebih tenang.


Sebelum memotong lembu, hewan kurban yang mendapat giliran awal adalah 5 (lima) ekor kambing. Di masjid Al-Ubudiyah, tempat saya tinggal, Wnosari, Meral, Karimun pada Idul Adha 1436 ini ada 10 (sepuluh) ekor hewan kurban. Lima lembu dan lima lagi kambing dengan peserta 40 (empat puluh) orang jamaah masjid. Panitia kurban sudah menyepakati, yang dipotong awal adalah kambing.

Setelah lima ekor kambing tuntas, memasuki hewan keenam, timbul sedikit kekhawatiran, terutama bagi para pengunjung. Di Kampung Wonosari ini memang selalu ramai pada saat pemotongan hewan kurban di Idul Adha. Masayrakat dengan jiwa gotong-royong yang tinggi selalu menjadikan prosesi pemotongan hewan kurban sebagai sebuah tontonan. Selain bapak-bapak (panitia atau tidak) juga hadir meramaikan para ibu dan anak-anak. Satu jam sebelum pukul 09.00 (saat pemotongan dimulai) warga masyarakat sudah memenuhi halaman belakang masjid. Masyarakat benar-benar menikmati suasana pemtongan hewan kurban di hari raya kurban itu.

Ketika akan memulai proses memotong lembu yang tentu saja harus direbahkan/ dibaringkan di dekat lobang pemotongan, terjadilah kekhawatiran itu. Para petugas yang sudah menjerat keempat kakinya untuk ditarik bersama dan membuat lembunya terbaring, ternyata proses ini tidak berjalan mulus. Beberapa kali jeratan tali di kakinya terlepas kembali walaupun awalnya sudah terikat. Lembunya kian liar dan sepertinya mencoba berlari di tengah ramainya masyarakat. 

Datanglah Pak Imam (Pak Ridwan H. Ali) yang menjadi algojo untuk setiap hewan kurban. Setiap tahun memang belyau yang selalu menjadi tukang potong leher-leher kambing dan atau lembu itu. Pak Imam (orang selalu menyapanya begitu) lalu mengusap-usap bagian muka lembu dengan tangan kirinya. Sambil berkomat-kamit, dia terus mencoba menenangkan lembu yang masih seperti meronta itu. Dan karena lembu masih belum juga tenang, Pak Imam mencoba mengambil dan membawa air dalam sebuah gayng (timba kecil). Lalu air itu dimantera-mantera untuk selanjutnya dipercikkan ke muka dan badan lembu.

Percaya atau tidak, entah karena mantera atau tidak, yang pasti lembu itu kelihatannya sudah sedikit lebih tenang dari pada sebelumnya. Seorang lelaki yang bertugas memasangkan tali pengikat kaki lembu, kembali beraksi. Satu persatu, dengan kelihaiannya berhasil memasangkan tali itu di keempat kakinya. Lalu, beberapa orang menarik tali yang sudah terikat ke kaki lembu. Dan, buarrr... lembu itu terguling sambil tetap meronta. Tapi satu orang dengan sigap menerkam bagian kepala lembu untuk menekannya ke tanah. Dan selesailah perebahan lembu itu.

Tentu saja prosesi percikan air oleh tukang jagal itu tidak sekadar membuat mudahnya merebahkan lembu yang akan dipotong. Satu pesan yang dapat dipetik adalah bahwa untuk membuat mudahnya perbahan lembu, perlu adanya rasa bersahabat dengan lembu. Untuk menjalin persahabatan dan melunakkan hati lembu yang kelihatannya keras itu, ternyata bisa dengan usapan lembut disertai air penyejuk dari Pak Imam itu tadi. Bersahabat dengan lembu itu, tentu saja sangat perlu agar prosesi pemotongan lembu itu berjalan dengan tenang dan nyaman. 

Ternyata jalinan persahabatan antara kita manusia yang memerlukan lembu atau kambing dengan hewan-hewan itu sangatlah diperlukan. Manusia tidak bijak jika hanya memaksakan saja kehendakanya untuk memotong lembu. Detik-detik sisa kehidupan hewan kurban itu perlu juga dijalani oleh hewan kurban itu dengan nyaman meskipun belum tentu dan tidak pasti bahwa lembu atau kambing itu benar-benar nyaman menjelang lehernya dipotong.
Bagaimanapun bersahabat dengan hewan kurban menjelang prosesi pemotongan itu perlu dibudayakan. Bahkan beberapa hari, ketika sudah pasti beberapa hewan kurban sudah dicadangkan untuk dipotong pada Idul Adha, maka jalinan persahabatan antara manusia (khususnya yang merawat) dengan hewan itu wajib diwujudkan. Jika sebelumnya makan dan minum hewan itu boleh tidak teratur maka masa-masa menjelang pemotongan itu hendaknyalah diatur dan dijaga dengan sebaik-baiknya.

Dengan begitu, hewan kurban yang kelak di yaumil akhir kita harapkan akan menjadi penolong kita, benar-benar hewan kurban yang sudah kita senangkan kehidupannya dalam jalinan persahabatan yang baik itu. Allah pun akan senang dan gembira kepada manusia yang membuat hewan kurban itu senang dan gembira.***

Posting Komentar

Berikan Komentar Anda

 
Copyright © 2016 koncopelangkin.com Shared By by NARNO, S.KOM 081372242221.