SEPEKAN bersama Ramadhan 1437 sejak puasa pertama hari Senin (06/ 06) lalu dan sepekan pula berkeliling dari masjid ke masjid pada malam hari, aneka pengalaman dirasakan. Karena tugas menyampaikan dakwah yang diamanahkan PMKK (Persatuan Muballigh Kabupaten Karimun) setiap malam memang harus melakukan perjalanan dari satu masjid ke masjid lainnya maka setiap malam berpindah-pindahlah dari satu masjid ke masjid lainnya. Dari situlah aneka pengalaman itu dirasakan. Tidak harus menyebut suka-duka, tapi lebih tepat warni-warni pengalaman solat isya dan atau solat tarwih. Hampir setiap satu masjid ada saja perbedaannya dengan masjid lainnya walaupun tidak dalam hal-hal perinsip.
Sejak malam pertama mengikuti jadwal santapan rohani (Senin malam kedua Ramadhan) hingga malam ke-6 bersafari pribadi sesuai jadwal santapan rohani, berarti sudah enam masjid dilalui dan dialami solat tarwih di dalamnya. Maksudnya, ya sampai Malam Ahad (11/06) semalam itu. Tentang aneka warna-warni solat sunat tahunan itu terasa ada beberapa kesan berbeda serba-sedikit antara satu masjid dengan masjid lainnya. Sekali lagi, perbedaan itu pada dasarnya tidaklah hal-hal perinsip yang dapat menjadi sebab sah-tidaknya solat.
Dari jumlah rakaat solat tarwih, misalnya ada yang solatnya dengan 20 rakaat tarwih plus tiga witir tapi ada pula yang delapan rakaat saja tarwihnya ditambah tiga witir juga. Kalau rakaat solat isya tentu saja tidak ada yang berbeda karena itu adalah solat wajib yang semua mazhab sudah sepakat dalam empat rakaat. Ini tentang jumlah rakaat.
Lalu tentang bacaan solawat yang lazim dikumandangkan di antara salam dan rakaat berikutnya. Di salah satu masjid bacaan solawatnya sangat ringkas dengan hanya sekali mengucapkan allahumma solli 'ala sayyidina Muhammad oleh seorang petugas dan dijawab ucapan yang oleh jamaah lainnya. Ada pula solawat yang sama ucapannya tapi dengan jawaban solluu 'alaih oleh jamaah lainnya. Di masjid lainnya, ada yang mengumandakannya sampai tiga kali dengan selingan jawaban oleh jamaah lainnya. Itulah aneka solawat yang saya dengar dan ikuti di berbagai masjid itu.
Tentang imam, juga ada aneka warna-warni yang saya rasakan iramanya. Bahkan bacaan ayat-ayat alqurannya juga masih beraneka ragam dalam arti (maaf) masih ada bacaan yang sebaiknya diperbaiki lagi. Fatalnya karena ada imam yang tidak tepat menyebut huru hijaiyyahnya. Huruf ha (kecil) diubah menjadi ha (besar) yang tentu saja maknanya menjadi berbeda. Ini fatal, tentunya.
Dari beberapa pengalaman itu, satu catatan menarik adalah ketika di salah satu masjid saya menemukan dan merasakan ruangan yang adem dan segar ketika melangkah masuk. Pertama sampai dan melihat pintu masuknya masih tertutup, saya pikir belum ada jamaah yang datang. Itu disengaja karena ruangannya memang diberi pendingin ruangan. Ternyata ada juga di kampung-kampung masjid yang menggunakan penyejuk ruangan (AC) sebagai usaha menyamankan jamaahnya dalam beribadah. Ini cukup menarik menurut saya karena masih jarang-jarang masjid yang memasang penyejuk ruangan dalam masjidnya.
Bagaimanapun, itu tentulah karena pengurus yang mengerti keinginan jamaah sementara jamaahnya juga mengerti dengan cara aktif memberikan sumbangan ke masjid. Dengan ruangan ber-AC tentu saja para jamaah akan lebih nyaman dalam menjalankan ibadahnya di masjid. Dan dari enam masjid yang sudah saya lalui dalam sepekan awal Ramadhan, memang baru satu masjid yang memasang AC di masjidnya. Tentu saja masih ada masjid atau musolla lainnya yang juga sudah memasang AC. Saya berani meastikan kalau beberapa masjid lainnya juga ada yang ber-AC karena saya juga pernah melihat di masjid lain di luar masjid yang saya kunjungi dalam safari pribadi ini.
Harapan kita tidaklah berlebihan jika semua atau sebagian besar masjid yang ada di negeri 'berazam' ini memasang penyejuk ruangan. Jika belum bisa memasang AC, sekurang-kurangnya memasang kipas angin untuk dapat membuat kenyamanan bagi jamaahnya. Bahwa penyejuk ruangan bukanlah segala-galanya dalam kekhusyukan ibadah, itu memang benar. Tapi jika pengurus bersama jamaah sepakat memasang penyejuk ruangan demi nyamannya ibadah, itu pastilah lebih baik.***
Dari jumlah rakaat solat tarwih, misalnya ada yang solatnya dengan 20 rakaat tarwih plus tiga witir tapi ada pula yang delapan rakaat saja tarwihnya ditambah tiga witir juga. Kalau rakaat solat isya tentu saja tidak ada yang berbeda karena itu adalah solat wajib yang semua mazhab sudah sepakat dalam empat rakaat. Ini tentang jumlah rakaat.
Lalu tentang bacaan solawat yang lazim dikumandangkan di antara salam dan rakaat berikutnya. Di salah satu masjid bacaan solawatnya sangat ringkas dengan hanya sekali mengucapkan allahumma solli 'ala sayyidina Muhammad oleh seorang petugas dan dijawab ucapan yang oleh jamaah lainnya. Ada pula solawat yang sama ucapannya tapi dengan jawaban solluu 'alaih oleh jamaah lainnya. Di masjid lainnya, ada yang mengumandakannya sampai tiga kali dengan selingan jawaban oleh jamaah lainnya. Itulah aneka solawat yang saya dengar dan ikuti di berbagai masjid itu.
Tentang imam, juga ada aneka warna-warni yang saya rasakan iramanya. Bahkan bacaan ayat-ayat alqurannya juga masih beraneka ragam dalam arti (maaf) masih ada bacaan yang sebaiknya diperbaiki lagi. Fatalnya karena ada imam yang tidak tepat menyebut huru hijaiyyahnya. Huruf ha (kecil) diubah menjadi ha (besar) yang tentu saja maknanya menjadi berbeda. Ini fatal, tentunya.
Dari beberapa pengalaman itu, satu catatan menarik adalah ketika di salah satu masjid saya menemukan dan merasakan ruangan yang adem dan segar ketika melangkah masuk. Pertama sampai dan melihat pintu masuknya masih tertutup, saya pikir belum ada jamaah yang datang. Itu disengaja karena ruangannya memang diberi pendingin ruangan. Ternyata ada juga di kampung-kampung masjid yang menggunakan penyejuk ruangan (AC) sebagai usaha menyamankan jamaahnya dalam beribadah. Ini cukup menarik menurut saya karena masih jarang-jarang masjid yang memasang penyejuk ruangan dalam masjidnya.
Bagaimanapun, itu tentulah karena pengurus yang mengerti keinginan jamaah sementara jamaahnya juga mengerti dengan cara aktif memberikan sumbangan ke masjid. Dengan ruangan ber-AC tentu saja para jamaah akan lebih nyaman dalam menjalankan ibadahnya di masjid. Dan dari enam masjid yang sudah saya lalui dalam sepekan awal Ramadhan, memang baru satu masjid yang memasang AC di masjidnya. Tentu saja masih ada masjid atau musolla lainnya yang juga sudah memasang AC. Saya berani meastikan kalau beberapa masjid lainnya juga ada yang ber-AC karena saya juga pernah melihat di masjid lain di luar masjid yang saya kunjungi dalam safari pribadi ini.
Harapan kita tidaklah berlebihan jika semua atau sebagian besar masjid yang ada di negeri 'berazam' ini memasang penyejuk ruangan. Jika belum bisa memasang AC, sekurang-kurangnya memasang kipas angin untuk dapat membuat kenyamanan bagi jamaahnya. Bahwa penyejuk ruangan bukanlah segala-galanya dalam kekhusyukan ibadah, itu memang benar. Tapi jika pengurus bersama jamaah sepakat memasang penyejuk ruangan demi nyamannya ibadah, itu pastilah lebih baik.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda