UNTUK bisa duduk di Gedung Dewan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI/D konon yang bersangkutan wajiblah beruang. Hah? Maksudnya, wajib mempunyai uang, ada fulus, begitu. Dan uang itu wajiblah banyak. Nah, lho.
Begitulah imej atau pandangan selama ini di tengah masyarakat. Tidak ada caleg yang bisa duduk di gedung parlemen itu jika tidak memiliki cukup uang. Uang menjadi penentu, apakah seseorang akan bisa duduk di kursi empuk 'anggota dewan' itu atau tidak.
Begitulah imej atau pandangan selama ini di tengah masyarakat. Tidak ada caleg yang bisa duduk di gedung parlemen itu jika tidak memiliki cukup uang. Uang menjadi penentu, apakah seseorang akan bisa duduk di kursi empuk 'anggota dewan' itu atau tidak.
Ya, begitulah gambaran yang ada di peikiran masayarakat. Info yang beredar, uang itu harus dan harus ada. Kabarnya selain keperluan wajib seperti membuat spanduk, sticker bagi si calon; atau untuk biaya konsumsi ketika ada pertemuan-pertemuan, ternyata uang juga diperlukan untuk hal-hal yang seharusnya tidak perlu.
Pengeluaran yang tidak perlu itu, konon untuk membayar setiap suara masyarakat yang diberikan kepada Caleg. Bentuk pemberiannya bisa berupa membeli kebutuhan tertentu untuk kelompok atau organisasi, tertentu misalnya. Sebutlah, untuk kelompok masyarakat yang ingin berolahraga, Caleg harus membelikan peralatan olahraganya : bola, dll. Untuk keperluan kesenian, entah untuk hadrah dan lain-lain itu juga Caleg perlu membelikan peralatannya. Itu untuk kelompok atau organisasi.
Dan yang paling jelek itu adalah untuk ampelop buat setiap orang yang diharapkan memilih Caleg. Konon ktanya harus diberikan di pagi menjelang pencoblosan. "Serangan Fajar", begitu istilah yang selalu terdengar. Dan untuk keperluan ini jelaslah diperlukan uangan yang super banyak. Jika semua suara harus dibayar, ada berapa besar uang diperlukan? Sungguh menggelikan. Sudah pasti itu berdosa karena itu termasuk kategori raswah. Yang memberi dan menerima akan mendapat azabnya.
Dalam agama, jika harus berbuat sesuatu disebabkan adanya pemberian atau pembayaran maka perbuatan itu disebut sebagai perbuatan sogok-menyogok. Akan berbeda, jika seseorang memilih tanpa takanan apapun, namun tiba-tiba dia mendapat hadiah atas perbuatannya, maka itu tidaklah termasuk kategori raswah.
Pesan kita untuk kita, janganlah Pemilu itu dikotori dengan pikiran dan perbuatan kotor seperti itu. Jika rakyat ingin diajak memilih, maka berikanlah argumen yang baik dan benar atas ajakan itu. Mungkin karena kompetensi, karena tanggung jawab, karena kejujuran dan karena hal-hal positif lainnya yang dimiliki oleh Caleg. Dan atas argumen itu, masyarakat layak diajak memilih orang tersebut. Insyaallah Pemilu ini akan menjadi Pemilu yang baik dan bermartabat.***
Pengeluaran yang tidak perlu itu, konon untuk membayar setiap suara masyarakat yang diberikan kepada Caleg. Bentuk pemberiannya bisa berupa membeli kebutuhan tertentu untuk kelompok atau organisasi, tertentu misalnya. Sebutlah, untuk kelompok masyarakat yang ingin berolahraga, Caleg harus membelikan peralatan olahraganya : bola, dll. Untuk keperluan kesenian, entah untuk hadrah dan lain-lain itu juga Caleg perlu membelikan peralatannya. Itu untuk kelompok atau organisasi.
Dan yang paling jelek itu adalah untuk ampelop buat setiap orang yang diharapkan memilih Caleg. Konon ktanya harus diberikan di pagi menjelang pencoblosan. "Serangan Fajar", begitu istilah yang selalu terdengar. Dan untuk keperluan ini jelaslah diperlukan uangan yang super banyak. Jika semua suara harus dibayar, ada berapa besar uang diperlukan? Sungguh menggelikan. Sudah pasti itu berdosa karena itu termasuk kategori raswah. Yang memberi dan menerima akan mendapat azabnya.
Dalam agama, jika harus berbuat sesuatu disebabkan adanya pemberian atau pembayaran maka perbuatan itu disebut sebagai perbuatan sogok-menyogok. Akan berbeda, jika seseorang memilih tanpa takanan apapun, namun tiba-tiba dia mendapat hadiah atas perbuatannya, maka itu tidaklah termasuk kategori raswah.
Pesan kita untuk kita, janganlah Pemilu itu dikotori dengan pikiran dan perbuatan kotor seperti itu. Jika rakyat ingin diajak memilih, maka berikanlah argumen yang baik dan benar atas ajakan itu. Mungkin karena kompetensi, karena tanggung jawab, karena kejujuran dan karena hal-hal positif lainnya yang dimiliki oleh Caleg. Dan atas argumen itu, masyarakat layak diajak memilih orang tersebut. Insyaallah Pemilu ini akan menjadi Pemilu yang baik dan bermartabat.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda