SHOLAT jumat --11/09/15-- ini terasa lebih istimewa. Selain berkesempatan menunaikan kewajiban fardhu 'ain mingguan itu di negeri seberang, Malaka (Malaysia), yang lebih istimewa adalah karena selepas solat, rombongan MKKS langsung makan siang di sini. Ternyata para jamaah solat Jumat di masjid Selat Malaka sebagiannya tidak langsung pulang ke rumah selepas solat. Mungkin para turis atau penduduk luar kawasan, cetus saya dalam hati. Yang pasti, selain rombongan kami yang antri, ada begitu banyak jamaah lainnya menanti giliran mendapatkan nasi selepas solat jumat itu.
Menu makan siangnya juga istimewa, nasi briani dengan lauk gulai kambing, hhmm pastinya enak. Nah, ini yang membuat solat Jumat kali ini terasa istimewa karena bakda jumatannya makan siang dengan nasi briani gulai kambing masakan negeri Melaka itu. Tentu saja bukan makan gratis seperti yang didapatkan jamaah haji di Tanah Suci pada musim haji ketika malam-malam hari ada yang menawarkan nasi. Di sini nasi dan lauknya harus dibeli. Setiap yang memesan membayar dengan harga $M 7.50 untuk sepiring nasi dan lauk gulai kambing plus air minum. Saya melihat begitu besarnya periuk gulai kambing itu. Artinya begitu ramainya yang menikmati nasi bakda jumat itu karena ketika sampai giliran kami, lauknya sudah mau habis.
Rombongan MKKS memang memulai perjalanan di Negara Bagian Malaka dengan solat di masjid yang sangat megah itu. Dari Johor Bahru sebagai hari pertama, hari kedua adalah Malaka. Dan sehabis solat kami melanjutkan perjalanan di Negeri Malaka ini adalah ke lokasi musium yang juga terkenal itu. Jadwal itu mungkin tidak semua kami mengetahui. Tapi semua kami ikut saja kemana mobil dibawa sopirnya. Perjalanan 'studi banding' sebenarnya sudah selesai di SMK Sain Kota Tinggi. Ke depan beberapa hari itu kami hanya mengisi waktu untuk rekreasi saja sambil tetap mencari dan menimba pengetahuan apa yang didapatkan. Makanya perjalanan ini diarahkan ke musium Malaka.
Di sini kami akan menikmati berbagai pemandangan dan tentu saja gambaran dan catatan sejarah yang pernah ada di negeri Malaka yang tercatat di musium itu. Musium ini memang sangat komplit karena menampilkan bermacam hal yang pernah ada di Malaka dan Malaysia pada umumnya. Ada musium penerbangan, musium kereta api, musium seni, sejarah dan banyak lagi. Tidak sempat semuanya kami kunjungi mengingat luasnya lokasi musium.
Sejak meninggalkan masjid pukul 14.30 WM untuk meneruskan perjalanan ke kawasan musium, rombongan berada di kawasan musium hingga pukul 17.00 waktu setempat. Artinya kurang lebih dua jam kami berkeliling di sekitar musium yang tertata rapi itu. Selain menikmati berbagai hal yang ada di musium Malaka, kami juga berfoto-foto-ria sebagai kenang-kenangan selama di sini. Selain itu, kami juga menikmati aneka makanan yang ada di pasar Malaka yang terkenal pula dengan msakan asam pedasnya itu.
Meskipun belum puas, tapi sepakat harus meninggalkan lokasi musium. Kini kami akan menuju hotel, tempat kami istirahat (bermalam) di hari kedua di Malaysia. The Emperor Hotel, Malacca adalah hotel yang kami tuju. Jangan ditanya mengapa hotel berlantai 23 itu yang kami pilih. Tentu saja ada banyak hotel-hotel hebat dan terkenal di sini. Ada Mahkota, Equatoria, Orkid, ada King Hotel dan banyak lagi. Selain tercatat ada 30-an hotel terbaik, ternyata di Malaka ada kurang lebih 500 hotel yang siap menampung pendatng maca negara. Pilihan ke Emperor ini tentu saja disesuaikan juga dengan kantong dan anggaran perjalanan kami. Yang pasti hotel Emperor sudah sangat bagus untuk ukuran kami para guru. Setelah masing-masing mendapat kamar, kami istirahat menjelang magrib untuk bersiap keluar lagi selepas magrib nanti.
Malamnya sekitar pukul delapan WM kami menikmati suasana malam di kota Malaka. Kami berkeliling dengan bus sampai sekitar pukul 22.00. Tidak banyak lokasi hiburan yang kami kunjungi. Kami berhenti dua kali di pusat perbelanjaan untuk sekadar mencari oleh-oleh bahkan sebagian hanya sekadar 'cuci mata' saja. Selanjutnya kembali ke hotel untuk istirahat tidur.
Bagi saya, hari kedua di Malaysia dengan menghabiskan waktu di negeri Malaka sungguhlah menyenangkan. Tidak cukup rasanya satu hari dan satu malam di sini. Rasanya ingin lebih lama lagi. Namun itulah jadwal yang sudah diatur. Besok Sabtu (12/ 09) kami akan meneruskan perjalanan ke Kuala Lumpur alias KL, kata orang di sini. Sesungguhnya waktu perjalanan ini memang waktu yang teramat singkat.
Satu kenangan yang tidak akan saya lupakan juga di Malaka adalah ketika pagi sehabis solat subuhnya saya sempat menyusuri Sungai Kampung Mortem. Niat awal saya hanya untuk mencari udara pagi setelah subuh itu. Karena isteri saya masih merasa letih, saya pagi itu berjalan sendiri. Turun dari hotel, saya berjalan mengarah ke arah kanan, mengikuti jalan umum yang pagi itu masih sepi dari hilir-mudik kendaraan. Sesampai di sekitar sungai itulah saya tahu, itu adalah Kampung Mortem.
Pertama saya melihat bacaan itu pada jambatan penyeberangan sungai. Awal-awal, saya menduga bahwa itu adalah kampung atau tempat tinggal orang asing. Dengan nama Mortem, asosiasi saya adalah bahwa daerah itu adalah tempat bangsa atau keturunan asing karena nama itu jelas berbau asing. Ternyata saya salah. Itu adalah kampung Melayu. Jelas di situ bahkan dengan nama Kampung Melayu di salah satu papan nama yang ada di situ.
Menysuri sungai pagi itu saya sampai juga ke sebuah hotel yang begitu megah dan besar. Hotel itu saya baca dengan nama Swiss Garden Hotel yang lantainya mungkin ada 30 tingkat. Sungai itu mengelilingi bagian belakang hotel tinggi menjulang itu. Saya terus saja berjalan hingga sampai ke sebuah jambatan lainnya yang saya lihat diberi nama Jembatan Muhammad Zen. Entahlah, mengapa nama itu yang tertulis pada dinding pagar bagian bawah jambatan itu. Lumayan jauh saya berjalan pagi itu.
Kenangan pagi nan indah. Itulah yang tepat saya ucapkan dalam hati. Selain saya berolahraga menyusuri sungai di Kampung Mortem itu, saya juga banyak mengetahui hal-hal unik yang saya temukan di kampung Melayu itu. Di salah satu rumah yang tidak jauh dari surau, saya melihat sebuah taman kecil dengan pancangan bendera semua negara bagian Malaysia. Dilengkapi juga dengan berbagai miniatur bangunan lainnya. Teringat Taman Mini di Jakarta yang katanya dirancang untuk miniatur Indonesia. Ah, pagi ini memang sangat menyenangkan di negeri Malaka. (bersambung)
Rombongan MKKS memang memulai perjalanan di Negara Bagian Malaka dengan solat di masjid yang sangat megah itu. Dari Johor Bahru sebagai hari pertama, hari kedua adalah Malaka. Dan sehabis solat kami melanjutkan perjalanan di Negeri Malaka ini adalah ke lokasi musium yang juga terkenal itu. Jadwal itu mungkin tidak semua kami mengetahui. Tapi semua kami ikut saja kemana mobil dibawa sopirnya. Perjalanan 'studi banding' sebenarnya sudah selesai di SMK Sain Kota Tinggi. Ke depan beberapa hari itu kami hanya mengisi waktu untuk rekreasi saja sambil tetap mencari dan menimba pengetahuan apa yang didapatkan. Makanya perjalanan ini diarahkan ke musium Malaka.
Di sini kami akan menikmati berbagai pemandangan dan tentu saja gambaran dan catatan sejarah yang pernah ada di negeri Malaka yang tercatat di musium itu. Musium ini memang sangat komplit karena menampilkan bermacam hal yang pernah ada di Malaka dan Malaysia pada umumnya. Ada musium penerbangan, musium kereta api, musium seni, sejarah dan banyak lagi. Tidak sempat semuanya kami kunjungi mengingat luasnya lokasi musium.
Di depan musium Malaka |
Sejak meninggalkan masjid pukul 14.30 WM untuk meneruskan perjalanan ke kawasan musium, rombongan berada di kawasan musium hingga pukul 17.00 waktu setempat. Artinya kurang lebih dua jam kami berkeliling di sekitar musium yang tertata rapi itu. Selain menikmati berbagai hal yang ada di musium Malaka, kami juga berfoto-foto-ria sebagai kenang-kenangan selama di sini. Selain itu, kami juga menikmati aneka makanan yang ada di pasar Malaka yang terkenal pula dengan msakan asam pedasnya itu.
Meskipun belum puas, tapi sepakat harus meninggalkan lokasi musium. Kini kami akan menuju hotel, tempat kami istirahat (bermalam) di hari kedua di Malaysia. The Emperor Hotel, Malacca adalah hotel yang kami tuju. Jangan ditanya mengapa hotel berlantai 23 itu yang kami pilih. Tentu saja ada banyak hotel-hotel hebat dan terkenal di sini. Ada Mahkota, Equatoria, Orkid, ada King Hotel dan banyak lagi. Selain tercatat ada 30-an hotel terbaik, ternyata di Malaka ada kurang lebih 500 hotel yang siap menampung pendatng maca negara. Pilihan ke Emperor ini tentu saja disesuaikan juga dengan kantong dan anggaran perjalanan kami. Yang pasti hotel Emperor sudah sangat bagus untuk ukuran kami para guru. Setelah masing-masing mendapat kamar, kami istirahat menjelang magrib untuk bersiap keluar lagi selepas magrib nanti.
Malamnya sekitar pukul delapan WM kami menikmati suasana malam di kota Malaka. Kami berkeliling dengan bus sampai sekitar pukul 22.00. Tidak banyak lokasi hiburan yang kami kunjungi. Kami berhenti dua kali di pusat perbelanjaan untuk sekadar mencari oleh-oleh bahkan sebagian hanya sekadar 'cuci mata' saja. Selanjutnya kembali ke hotel untuk istirahat tidur.
M. Rasyid Nur di Musium Malaka |
Satu kenangan yang tidak akan saya lupakan juga di Malaka adalah ketika pagi sehabis solat subuhnya saya sempat menyusuri Sungai Kampung Mortem. Niat awal saya hanya untuk mencari udara pagi setelah subuh itu. Karena isteri saya masih merasa letih, saya pagi itu berjalan sendiri. Turun dari hotel, saya berjalan mengarah ke arah kanan, mengikuti jalan umum yang pagi itu masih sepi dari hilir-mudik kendaraan. Sesampai di sekitar sungai itulah saya tahu, itu adalah Kampung Mortem.
Pertama saya melihat bacaan itu pada jambatan penyeberangan sungai. Awal-awal, saya menduga bahwa itu adalah kampung atau tempat tinggal orang asing. Dengan nama Mortem, asosiasi saya adalah bahwa daerah itu adalah tempat bangsa atau keturunan asing karena nama itu jelas berbau asing. Ternyata saya salah. Itu adalah kampung Melayu. Jelas di situ bahkan dengan nama Kampung Melayu di salah satu papan nama yang ada di situ.
Menysuri sungai pagi itu saya sampai juga ke sebuah hotel yang begitu megah dan besar. Hotel itu saya baca dengan nama Swiss Garden Hotel yang lantainya mungkin ada 30 tingkat. Sungai itu mengelilingi bagian belakang hotel tinggi menjulang itu. Saya terus saja berjalan hingga sampai ke sebuah jambatan lainnya yang saya lihat diberi nama Jembatan Muhammad Zen. Entahlah, mengapa nama itu yang tertulis pada dinding pagar bagian bawah jambatan itu. Lumayan jauh saya berjalan pagi itu.
Kenangan pagi nan indah. Itulah yang tepat saya ucapkan dalam hati. Selain saya berolahraga menyusuri sungai di Kampung Mortem itu, saya juga banyak mengetahui hal-hal unik yang saya temukan di kampung Melayu itu. Di salah satu rumah yang tidak jauh dari surau, saya melihat sebuah taman kecil dengan pancangan bendera semua negara bagian Malaysia. Dilengkapi juga dengan berbagai miniatur bangunan lainnya. Teringat Taman Mini di Jakarta yang katanya dirancang untuk miniatur Indonesia. Ah, pagi ini memang sangat menyenangkan di negeri Malaka. (bersambung)
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda