MAGRIB Ahad (05/06/16) itu adalah solat wajib pertama kita laksanakan dalam bulan Ramadhan 1437 bersamaan 2016 ini. Terbenamnya matahari sore akhir bulan Sya'ban itu, dan diputuskannya pula Ramadhan pertama jatuh pada hari itu berdasarkan sidang itsbat --Pemerintah-- di Jakarta sana, maka bermulalah bulan mulia, Ramadhan harapan kita. Suka-citalah kita (muslim) menyambutnya.
Kebetulan saya solat magrib di surau Istiqomah Kampung Padi, Meral, Karimun untuk solat wajib pertama di bulan mulia itu. Biasanya saya solat di masjid Al-Ubudiyah, Kampung Wonosari, Meral tempat saya bertempat tinggal. Sore Ahad itu saya dan isteri memang bersilaturrahim ke rumah mertua di Kampung Padi. Karena menjelang magrib saya masih di sini tersebab cucu saya, Akif tertidur dan belum bangun. Jadilah pengalaman solat pertama saya di mulia ini di luar kampung sendiri.
Satu catatan yang ingin saya sampaikan di sini adalah begitu padatnya jamaah magrib sore itu. Tentu saja saya tidak terlalu terkejut, walaupun itulah jumlah jamaah solat magrib terbanyak sejak hampir setahun belakangan. Saya memang sering juga solat di surau yang tidak jauh dari rumah mertua saya itu. Belum pernah terjadi begitu padatnya jamaah. Dari empat baris shaf yang tersedia (hingga kain pembatas antara shaf laki-laki dan wanita) kesemua tempat itu penuh. Bahkan satu shaf terakhir, sudah sejajar dengan shaf wanita.
Fenomena shaf 'mebludak' di awal Ramadhan adalah sesuatu yang memang lazim terjadi. Saya percaya di semua rumah ibadah (surau, musolla, amasjid) akan ditemukan penuhnya umat mengisi waktu solatnya. Untuk sholat Isya hari pertama itu dan subuh besoknya (hari Senin, 06/ 06/ 16) di masjid Ubudiyah, Wonosari saya pun menemukan jamaah yang memenuhkan ruangan masjid. Dan saya sangat yakin, begitulah adanya di rumah-rumah ibadah lainnya di tempat lainnya.
Yang selalu menjadi pertanyaan, akan bertahankah shaf itu? Pertanyaan itu muncul lagi karena pada tahun-tahun sebelumnya selalu terbukti bahwa jumlah jamaah solat di awal Ramadhan tidak pernah bisa bertahan hingga akhir Ramadhan. Atas keadaan seperti muncullah istilah shaf ekor tikus, yang bermakna semakin ke ujung semakin halus. Artinya jumlah jamaah solat dalam Ramadhan itu selalu hanya penuh di awal (di pangkal) saja tapi akan menyusut dan kian sedikit di akhir (di ujung) Ramadhan.
Dengan semakin luasnya pengetahuan umat, semakin banyak pula pengalaman umat dalam beribadat, tentu saja kita tidak berlebihan berharap kiranya pada tahun 2016 atau untuk Ramadhan 1437 H ini gejala 'shaf ekor tikus' itu tidak perlu terjadi lagi. Seharusnya gairah solat dan beribadah di awal Ramadhan itu mampu dipertahankan hingga akhir Ramadhan. Bahwa pahala ibadah dalam Ramadhan itu akan semakin besar dan berkah menjelang ujung-ujung Ramadhan, umat pun sudah tahu. Tapi mengapa umat tidak melaksanakan pengetahuan itu? Tentu ada yang salah dalam pemahaman umat dalam ibadahnya.
Adalah menjadi kewajiban pendakwah (da'i/ da'iyah, ustaz/ ustazah atau muballigh/ muballighoh) untuk terus-menerus memberi pencerahan kepada umat agar tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ramadhan hanya ada satu bulan dalam setiap 12 bulan yang ada. Pertengahan dan atau ujung Ramadhan (waktu-waktu pahala lebih besar dari Allah) juga hanya beberapa hari dalam setiap kesempatan Ramadhan, tapi mengapa umat terus membuang kesempatan itu? Semoga pada tahun ini tidak lagi terjadi kebiasaan buruk itu.***
Satu catatan yang ingin saya sampaikan di sini adalah begitu padatnya jamaah magrib sore itu. Tentu saja saya tidak terlalu terkejut, walaupun itulah jumlah jamaah solat magrib terbanyak sejak hampir setahun belakangan. Saya memang sering juga solat di surau yang tidak jauh dari rumah mertua saya itu. Belum pernah terjadi begitu padatnya jamaah. Dari empat baris shaf yang tersedia (hingga kain pembatas antara shaf laki-laki dan wanita) kesemua tempat itu penuh. Bahkan satu shaf terakhir, sudah sejajar dengan shaf wanita.
Fenomena shaf 'mebludak' di awal Ramadhan adalah sesuatu yang memang lazim terjadi. Saya percaya di semua rumah ibadah (surau, musolla, amasjid) akan ditemukan penuhnya umat mengisi waktu solatnya. Untuk sholat Isya hari pertama itu dan subuh besoknya (hari Senin, 06/ 06/ 16) di masjid Ubudiyah, Wonosari saya pun menemukan jamaah yang memenuhkan ruangan masjid. Dan saya sangat yakin, begitulah adanya di rumah-rumah ibadah lainnya di tempat lainnya.
Yang selalu menjadi pertanyaan, akan bertahankah shaf itu? Pertanyaan itu muncul lagi karena pada tahun-tahun sebelumnya selalu terbukti bahwa jumlah jamaah solat di awal Ramadhan tidak pernah bisa bertahan hingga akhir Ramadhan. Atas keadaan seperti muncullah istilah shaf ekor tikus, yang bermakna semakin ke ujung semakin halus. Artinya jumlah jamaah solat dalam Ramadhan itu selalu hanya penuh di awal (di pangkal) saja tapi akan menyusut dan kian sedikit di akhir (di ujung) Ramadhan.
Dengan semakin luasnya pengetahuan umat, semakin banyak pula pengalaman umat dalam beribadat, tentu saja kita tidak berlebihan berharap kiranya pada tahun 2016 atau untuk Ramadhan 1437 H ini gejala 'shaf ekor tikus' itu tidak perlu terjadi lagi. Seharusnya gairah solat dan beribadah di awal Ramadhan itu mampu dipertahankan hingga akhir Ramadhan. Bahwa pahala ibadah dalam Ramadhan itu akan semakin besar dan berkah menjelang ujung-ujung Ramadhan, umat pun sudah tahu. Tapi mengapa umat tidak melaksanakan pengetahuan itu? Tentu ada yang salah dalam pemahaman umat dalam ibadahnya.
Adalah menjadi kewajiban pendakwah (da'i/ da'iyah, ustaz/ ustazah atau muballigh/ muballighoh) untuk terus-menerus memberi pencerahan kepada umat agar tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Ramadhan hanya ada satu bulan dalam setiap 12 bulan yang ada. Pertengahan dan atau ujung Ramadhan (waktu-waktu pahala lebih besar dari Allah) juga hanya beberapa hari dalam setiap kesempatan Ramadhan, tapi mengapa umat terus membuang kesempatan itu? Semoga pada tahun ini tidak lagi terjadi kebiasaan buruk itu.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda