KETIKA mendapat kepercayaan sebagai pembantu camat di Urung (kini bernama Kundur Utara) lelaki itu sebenarnya berusaha untuk membuka kelas jauh SMA Negeri Tanjungbatu di Urung waktu itu. Dia sempat membicarakan niatnya itu kepada beberapa orang, kami para guru SMA Negeri Tanjungbatu. Waktu itu sekitar tahun 90-an. Saya lupa persis tahunnya. Yang pasti, dia baru saja dipromosikan memegang jabatan sebagai camat pembantu di Urung. Waktu itu baru ada Kecamatan Kundur dengan Ibu Kota Tanjungbatu. Sekolah SMA hanya ada di Tanjungbatu, tepatnya di Batu Empat jalan arah Sawang. Para peserta didik dari Urung, Sawang, Prayun dan dari beberapa tempat lainnya di sekitar Pulau Kundur harus ke Tanjungbatu jika ingin melanjutkan pendidikan ke SMA.
Itulah sebabnya, barangkali dia ingin mendirikan sekolah di Urung yang jaraknya cukup jauh dari Tanjungbatu. Tapi, sampai lelaki itu berpindah tugas dari Camat Pembantu di Urung nenjadi camat di Kecamatan Moro, rencana ingin mendirikan SMA di Urung belum jadi kesampaian. Sebagai guru di SMA Negeri Tanjungbatu, saya tahu kalau dia benar-benar ingin membuat sekolah setingkat SLTA di Urung itu. Sayangnya, sekolah itu belum bisa terwujud saat dia harus dimutasi ke tempat lain.
Tapi ternyata, lelaki bernama panggilan Robert itu menyampaikan hajatnya di Kecamatan Moro, kecamatan pertama yang diterajuinya sebagai camat. Sebagai camat, dia memotivasi dan menggerakkan para tokoh Kecamatan Moro untuk mendirikan SMA. Ada Pak Haris (waktu itu sebagai Kepala Kantor Departemen Pendidikan Kecamatan), ada Pak Kasim, Sekcam Moro, ada H. Bahar, seorang pedagang Moro yang bertempat tinggal di Pulau Jang dan banyak lagi para tokoh masyarakat Moro yang diajak mendirikan sekolah.
Walaupun sekolah pendukung SMA hanya ada satu SMP Negeri 1 Moro, Pak Robert tetap mendrikan sekolah baru. Untuk menambah sekolah pendukung, lalu didirikan juga MTs (swasta) Moro dengan yayasan terpsah dan penyandang dananya Pak H. Bahar. Di bawah Yayasan Pendidikan Moro (YPM) akhirnya berdirilah sekolah setingkat SLTA dengan nama SMA Moro pada tahun 1993/ 1994. Para guru yang akan mengajar diberdayakan guru-guru SMP Negeri Moro. Bahkan Kepala Sekolah SMP itu (Bakhtiar Yusuf) didapuk sekaligus menjadi Kepala Sekolah di SMA Moro. Begitulah awal mula berdirinya SMA Moro yang kini bernama SMA Negeri 1 Moro. Sejak dinegerikan Pemerintah, SMA Negeri 1 Moro sudah diterajui oleh empat orang Kepala Sekolah, M. Rasyid Nur, Masnur AN, Alta Petra dan Sugiarto.
Kini, lelaki yang menjadi perintis dan pendiri SMA Negeri satu-satunya di Pulau Moro itu telah pergi untuk selamanya. Kamis, 04 Februari 2016 sektar pukul 10.40 dia menghembuskan nafas terakhirnya di Rumah Sakit Awal Bros, Batam. Robert Iwan Loriaux, begitu nama lengkap lelaki dengan jabatan terakhir sebagai Sekda Provinsi Kepri itu memang mempunyai kesan tersendiri bagi masyarakat Moro. Ketika saya menjadi Kepala Sekolah menggantikan Pak Bakhtiar (Pimpinan Awal Sekolah) pada tahun 1994 silam itu, saya banyak mendapat informasi tentang jasa-jasa Pak Robert selama di Moro. Saya langsung teringat, ketika sebelumnya kami pernah bersama-sama di Tanjungbatu beberapa tahun sebelumnya. Pak Robert kebetulan juga pernah bertugas di Kecamatan Kundur. Dia memang sangat disiplin, peduli pada pendidikan dan perhatian yang kuat kepada masyarakat.
Saya teringat cerita beberapa masyarakat Moro yang mengatakan bahwa Pak Robert langsung ikut mendorong gerobak berisi batu dari kota Moro ke lokasi akan dibangunnya SMA Moro di daerah Rawamangun. Walaupun dia seorang camat, dia benar-benar menunjukkan kebersamaannya dengan masyarakat demi berdirinya sekolah lanjutan tingkat atas bagi anak-anak Moro. Walaupun dia hanya kurang lebih dua tahun di kecamatan yang terkenal sebagai Moro Sulit itu, tapi Pak Robert telah mennggalkan kesan yang sangat mendalam bagi masyarakat Moro. Selamat jalan, Pak Robert Iwan Loriaux. Semoga Tuhan membalas semua jasa-jasa Bapak selama di Moro atau di manapun Bapak berada.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda