JIKA di Tanah Suci (Arab Saudi) ada dua masjid terkenal sebagai lambang kebesaran bangsa dan negara Arab bahkan umat Islam se-dunia, Masjid Alharam (Mekkah) dan Masjid Annabawi (Madinah) maka di Karimun, Indonesia juga ada dua masjid kebesaran daerah dan masayarakat Karimun. Masjid apa? Itulah Masjid Agung di Poros (Kecamatan Meral) dan Masjid Baiturrahman di Tanjungbalai Karimun (Kecamatan Karimun). Kedua masjid ini bukan saja bangunan pisiknya yang lebih bagus dan menarik dari pada rata-rata semua masjid di Kabupaten Karimun, tapi pengelolaannya juga oleh pejabat Pemda langsung karena memang dibangun langsung oleh Pemda dan menggunakan dana APBD Karimun.
Di Kabupaten Karimun sebenarnya banyak sekali masjid dan rumah ibadah --muslim-- lainnya yang dibangun dan dipakai masyarakat. Menurut data di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun, terdapat 218 masjid, 184 surau dan 47 musolla yang dipakai dan dikelola umat Islam sebagai rumah ibadah di kabupaten dengan sebuatan 'negeri berazam' ini. Masjid dan rumah ibadah lainnya itu tidak hanya dipakai sebagai tempat solat sebagaimana lazimnya, akan tetapi juga dipakai untuk tempat belajar pengetahuan dan pemahaman tentang Islam dan alquran. Dia sebagai bagian dari lembaga pendidikan. Di masjid atau musolla itu hampir di setiap rumah ibadah itu ada TPA (Taman Pendidikan Akquran), TPQ (Taman Pendidikan Qiroatulquran: mempelajari alquran dengan tajwid, lagu/ iramanya) atau MDA (Madrasah Diniah Awaliyah) sebagai tempat belajar tentang agama pada umumnya dan alquran pada khususnya.
Begitu banyaknya masjid, surau dan musolla di negeri dengan sebut 'berazam' ini namun dua masjid yang disebutkan di atas dapat dikatakan sebagai masjid kabupaten. Sesuai tingkatannya, khusus masjid-masjid yang ada, oleh masyarakat bersama Pemerintah ada yang ditetapkan sebagai masjid kabupaten, masjid kecamatan dan masjid desa. Jadi, jika di kabapaten ada salah satunya disebut masjid kabupaten, di setiap kecamatan, dari sekian banyak masjid, juga salah satunya ditetapkan sebagai masjid kecamatan yang pengelolaannya langsung di bawah camat bersama Kantor Urusan Agama. Begitu pula di desa atau di keluarahan, jika ada masjid lebih dari satu maka salah satunya akan dipilih menjadi ikon desa atau lurah tersebut. Biasanya masjid yang ditetapkan menjadi masjid kecamatan adalah masjid yang berada di Ibu Kota Kecamatan atau masjid lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Kecamatan. Begitu pula masjid desa atau kelurahan meskipun pada umumnya di setiap desa atau kelurahan hanya ada satu masjid.
Nama-nama masjid di setiap tingkatan juga sudah ditetapkan untuk dapat membedakannya dengan kebanyakan masjid lainnya. Ada namanya Masjid Raya untuk di provinsi, sementara di kabupaten dinamakan Masjid Aung. Selanjutnya masjid yang ada di kecamatan disebut sebagai masjid jamik. Penamaan ini sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam pengelolaan masjid di Indonesia oleh Pemerintah (Kementerian Agama).
Walaupun di setiap kecamatan atau di setiap kabupaten lazimnya hanya ada satu masjid sebagai masjid kecamatan atau masjid kabupaten, namun khusus di Kabupaten Karimun, oleh Pemerintah Kabupaten, ada dua masjid yang dikelola oleh Pemdanya. Kedua masjid ini sepenuhnya dirancang dan dibangun oleh Pemda dan statusnya bagaikan masjid kabupaten walaupun sebenarnya masjid dengan status masjid kabupaten hanyalah salah satunya saja yakni Masjid Agung yang berlokasi di Poros (Jalan Jend. Sudirman/ Jalan Poros) yang pembangunannya juga lebih duluan. Namun, justeru karena kedua masjid (Masjid Agung dan Masjid Baiturrahman) ini dikelalo dan dibangun sama-sama oleh Pemda Karimun maka masyarakat menganggap kedua masjid itu sebagai masjid Pemerintah Kabupaten Karimun.
Di Kabupaten Karimun sebenarnya banyak sekali masjid dan rumah ibadah --muslim-- lainnya yang dibangun dan dipakai masyarakat. Menurut data di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karimun, terdapat 218 masjid, 184 surau dan 47 musolla yang dipakai dan dikelola umat Islam sebagai rumah ibadah di kabupaten dengan sebuatan 'negeri berazam' ini. Masjid dan rumah ibadah lainnya itu tidak hanya dipakai sebagai tempat solat sebagaimana lazimnya, akan tetapi juga dipakai untuk tempat belajar pengetahuan dan pemahaman tentang Islam dan alquran. Dia sebagai bagian dari lembaga pendidikan. Di masjid atau musolla itu hampir di setiap rumah ibadah itu ada TPA (Taman Pendidikan Akquran), TPQ (Taman Pendidikan Qiroatulquran: mempelajari alquran dengan tajwid, lagu/ iramanya) atau MDA (Madrasah Diniah Awaliyah) sebagai tempat belajar tentang agama pada umumnya dan alquran pada khususnya.
Begitu banyaknya masjid, surau dan musolla di negeri dengan sebut 'berazam' ini namun dua masjid yang disebutkan di atas dapat dikatakan sebagai masjid kabupaten. Sesuai tingkatannya, khusus masjid-masjid yang ada, oleh masyarakat bersama Pemerintah ada yang ditetapkan sebagai masjid kabupaten, masjid kecamatan dan masjid desa. Jadi, jika di kabapaten ada salah satunya disebut masjid kabupaten, di setiap kecamatan, dari sekian banyak masjid, juga salah satunya ditetapkan sebagai masjid kecamatan yang pengelolaannya langsung di bawah camat bersama Kantor Urusan Agama. Begitu pula di desa atau di keluarahan, jika ada masjid lebih dari satu maka salah satunya akan dipilih menjadi ikon desa atau lurah tersebut. Biasanya masjid yang ditetapkan menjadi masjid kecamatan adalah masjid yang berada di Ibu Kota Kecamatan atau masjid lain yang ditetapkan oleh Pemerintah Kecamatan. Begitu pula masjid desa atau kelurahan meskipun pada umumnya di setiap desa atau kelurahan hanya ada satu masjid.
Nama-nama masjid di setiap tingkatan juga sudah ditetapkan untuk dapat membedakannya dengan kebanyakan masjid lainnya. Ada namanya Masjid Raya untuk di provinsi, sementara di kabupaten dinamakan Masjid Aung. Selanjutnya masjid yang ada di kecamatan disebut sebagai masjid jamik. Penamaan ini sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur dalam pengelolaan masjid di Indonesia oleh Pemerintah (Kementerian Agama).
Walaupun di setiap kecamatan atau di setiap kabupaten lazimnya hanya ada satu masjid sebagai masjid kecamatan atau masjid kabupaten, namun khusus di Kabupaten Karimun, oleh Pemerintah Kabupaten, ada dua masjid yang dikelola oleh Pemdanya. Kedua masjid ini sepenuhnya dirancang dan dibangun oleh Pemda dan statusnya bagaikan masjid kabupaten walaupun sebenarnya masjid dengan status masjid kabupaten hanyalah salah satunya saja yakni Masjid Agung yang berlokasi di Poros (Jalan Jend. Sudirman/ Jalan Poros) yang pembangunannya juga lebih duluan. Namun, justeru karena kedua masjid (Masjid Agung dan Masjid Baiturrahman) ini dikelalo dan dibangun sama-sama oleh Pemda Karimun maka masyarakat menganggap kedua masjid itu sebagai masjid Pemerintah Kabupaten Karimun.
Menurut data yang dapat dihimpun, anggaran yang dihabiskan untuk membangun kedua masjid itu tidak kurang Rp.... dengan rincian masing-masing sebesar Rp... Tentu saja uang sebesar itu tidak dianggarkan pada tahun yang sama sekaligus.
Masjid Agung dengan nuansa biru-hijau dibangun pada tahun 2003. Persisnya pada hari Selasa, 22 April dengan peletakan batu pertama oleh Menteri Agama RI waktu itu, Said Agil Husein Almunawwar. Hadir dan ikut meletakkan batu pertama waktu itu adalah Muhammad Sani (Bupati Karimun) yang didampingi oleh H. Nurdin Basirun (Wabup Karimun) dan H. Bakir, BA yang saat itu sebagai Ketua DPRD Kabupaten Karimun. Dari data website Masjid Agung, selain nama-nama di atas, peletakan batu pertama itu juga dihadiri oleh Ribhy Awad (Dubes Palestina), Taufic Jaber (Dubes Lebanon), Shabban Shahidi Moaddab (Dubes Iran), Abderrahmane Drissi Alami (Dubes Marocco), Ahmed Salim Alwahisi (Dubes Republik Yaman) dan Siddiq Abu Agla (Dubes Sudan).
Pembangunan masjid ini adalah salah satu dari beberapa rencana pembangunan fasilitas utama ketika awal berdirinya kabupaten pemekaran, Karimun Berazam. Ketika itu tahun 1999 menjelang tahun 200 itu adalah awal bermulanya kabupaten hanya didukung oleh tiga kecamatan, Karimun, Kundur dan Moro dengan bupatinya HM Sani. Sebagai bupati defenitif pertama tentu saja Muhammad Sani ingin memulai pembangunan infrastruktur daerah sebagai sarana prasarana kebutuhan umum.
Pembangunan masjid ini adalah salah satu dari beberapa rencana pembangunan fasilitas utama ketika awal berdirinya kabupaten pemekaran, Karimun Berazam. Ketika itu tahun 1999 menjelang tahun 200 itu adalah awal bermulanya kabupaten hanya didukung oleh tiga kecamatan, Karimun, Kundur dan Moro dengan bupatinya HM Sani. Sebagai bupati defenitif pertama tentu saja Muhammad Sani ingin memulai pembangunan infrastruktur daerah sebagai sarana prasarana kebutuhan umum.
Selain masjid kabupaten yang pembangunannya dimaksudkan sebagai kebanggaan daerah, waktu itu juga diprogramkan untuk membangun rumah sakit daerah yang sekarang bernama RSUD dan berdiri megah dengan enam lantai di pangkal Jalan Poros. Jika selama ini hanya ada Puskesmas saja maka pemerintah waktu itu menjadikan rencana pembangunan rumah sakit sebagai prioritas utama juga. Pembangunan besar lainnya adalah pembangunan stadion Badang Perkasa yang pemanfaatan awalnya adalah untuk lokasi Musbaqoh Tilawatil Quran Tingkat Provinsi --waktu itu masih dalam provinsi Riau-- tahun 2003 itu.
Masjid Baiturrahman |
Kemegahan Masjid Agung, Poros kini juga dilengkapi dengan satu lagi masjid Pemerintah. Masjid yang berdiri megah di atas bukit kawasan Teluk Air yang berdampingan dengan jalan lingkar Coastal Area itu sungguh mempesona jika melihatnya dari laut. Ketika kita berada di atas kapal dari Batam, Tanjungpinang dan terutama dari Kukup Malaysia, jelas sekali kalau masjid ini seolah menyambut kita dengan bangunannya yang mirip jendela masjid nabawi itu. Masjid ini selesai dan diresmikan penggunaannya pada tahun 2012.
Sebagai masjid yang dibangun Pemerintah dengan menggunakan dana dari uang rakyat alias APBD Karimun, Pemerintah Daerah (Karimun) memang layak dan sepantasnya langsung mengelola dua masjid ini. Dengan maksud menjadikan kedua masjid ini sebagai masjid percontohan di kabupaten berazam, maka keterlibatan langsung para pejabat kabupaten di kedua masjid itu adalah sesuatu yang sudah seharusnya. Pengurus kedua masjid ini adalah para pejabat yang memang merupakan pejabat (struktural) di Pemda Karimun walapun mereka mengelola dan mengurus masjid bukan atas nama pejabat itu sendiri. Para pengurus (takmir) kedua masjid itu tetaplah atas nama pribadi dengan niat ikhlas untuk keredhoaan Allah. Dengan pengelolaan oleh pejabat begitu, pengelolaannya langsung dapat dikontrol oleh pihak Pemerintah pula. Masyarakat sendiri akan menjadikan pengelolaan dua masjid masjid itu sebagai percontohan yang dapat diterapkan pula di masjid-masjid lainnya. Dua masjid itu memang menjadi ikon utama rumah ibadah muslim, bagaikan Masjid Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Tapi yang penting, tentu saja mari kita makmurkan masjid kita, masjid di dekat rumah atau tempat tinggal kita.***
M. RASYID NUR seorang pendidik bertempat tinggal di Karimun, Kepri.
Selain sebagai pendidik juga mendedikasikan diri untuk kegiatan sosial
seperti di MUI, Pramuka, dll.
M. RASYID NUR seorang pendidik bertempat tinggal di Karimun, Kepri.
Selain sebagai pendidik juga mendedikasikan diri untuk kegiatan sosial
seperti di MUI, Pramuka, dll.
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda