Ills. dari Google.co.id |
SAYANG sekali, jika bulan yang katanya mulia pernuh berkah, rahmah dan maghfiroh akan berlalu begitu saja. Seperti tiada makna dan kesan apa-apa. Dia datang, datang saja. Dia pergi pun seperti terbiar juga. Sungguh sedih dan menyedihkan. Tapi apa yang mau dikatakan? Itulah beberapa atau segelintir umat yang tampak kelihatan dalam menyikapi dan memperlakukan tamu yang bernama Ramadhan.
Menyaksikan kelakuan dan tindakan sebagian kita, umat yang mengaku bergama --Islam-- dan yang mengaku bulan mulia adalah bulan yang diharapkan bersama tapi memperlakukan bulan ini tanpa makna, memang dan pasti menyedihkan. Sudah satu bulan, ya hingga hari Senin (04/07/16) ini sudah akan satu bulan Ramadhan 1437 berlalu. Hari ini adalah puasa yang ke-29 hari, sejak awal Ramadhan yang jatuh pada 6 Juni lalu. Tapi, meski sudah akan penuh satu bulan, masih kelihatan yang menyia-nyiakan Ramadhan. Dan itu boleh jadi sejak awal bulan berlaku begitu.
Lihatlah, ya lihatlah di mana-mana tempat ketika kita berjalan atau di mana-mana kedai (minuman) kita pura-pura berhenti. Masih begitu banyak rekan-rekan seiman yang ternyata tidak melakukan puasa. Tidak melakukan amalan yang tidak diragukan perintahnya karena dari Alquran. Ini benar-benar perintah Tuhan. Berpuasa pun hanya diperintahkan dalam rentang waktu satu bulan dalam 12 bulan yang diberikan Tuhan. Tidak setiap bulan, meskipun mungkin ada yang berharap agar semua bulan dalam satu tahun penuh adalah bulan Ramadhan karena mengaku dan tahu kalau faedah dan berkah Ramadhan memang begitu melimpah. Tapi bagi yang seperti tidak tahu itu? Mereka masih tidah menggunakan kesemapatan ini dengan baik. Inilah yang mengkhawatirkan.
Sesungguhnya kekhawatiran akan terbiarnya perintah Sang Pencipta dan Pemberi Kasih-Sayang tidak hanya bagi yang melihat dan menyaksikan pembiaran Ramadhan tapi sejatinya kekhawatiran itu adalah kehawatiran dari yang membiarkan itu. Seharusnya yang paling takut akan berlalunya Ramadhan tanpa kesan adalah yang memang tidak membuat kesan itu. Sedangkan yang melakukan saja masih tetap dan harus khawatir karena jangan-jangan amalan yang dibuat ternyata tidak ada manfaat bagi Tuhan. Bukankah nabi sudah memberi wanti-wanti bahwa betapa banyak katanya umatnya yang berpuasa namun tidak mendapatkan apa-apa kecuali haus dan dahaga saja. Bukankah hadits ini justeru warning bagi yang melakukan tapi melakukannya tidak sesuai ketentuannya.
Bagaimana bagi kita yang ternyata malah tidak atau belum melakukannya? Puasa masih berpura-pura karena masih juga berkunjung ke warung kopi atau ke kedai nasi pada siang hari. Solat tarwih juga hanya karena ikut ramai-ramai ke masjid atau musolla saja bersama kerabat kanan-kiri. Di masjid sesungguhnya tidak ikut melaksanakan tarwih bersama jamaah serius lainnya. Jangankan tadarus untuk membaca, mendengar pun jarang sekali. Lalu apa hubungan kita dengan Ramadhan jadinya?
Jika saja Ramadhan memang menjadi tamu agung kita dalam satu bulan ini, lalu kita bersahabat akrab dengannya selama satau bulan ini, sudah pasti perlakukan kita kepadanya tidak menodai persahabat itu. Keakraban umat dengan Ramadhan bermakna kita menerima dan memperlakukannya dengan baik bahkan sangat baik. Kebaikan Ramadhan bagi umat sudah jelas dan senantiasa diperjelas para ustaz di setiap malam-malam Ramadhan. Mulai dari hari-hari dan malam-malam penuh rahmah yang kita terima berlanjut ke hari dan malam penuh maghfiroh serta akan berakhir di titik finish yang sesungguhnya, ketika Allah menjanjikan kepada umat untuk dijauhkan dari api neraka. Lalu apa lagi yang kita ragukan?
Tinggallah kita berlaku adil dan baik pula kepada Ramadhan. Kesibukan duniawi kita selama sebelas bulan, bolehlah dikurangi untuk mengambil kesempatan lebih banyak bersama Ramadhan. Kajian-kajian agama yang sering terlupa dan tertinggalkan, mari kita ambil momen kehadiran Ramadhan untuk mempelajari dan mengamalkannya. Alquran yang sehari-hari kemarin jarang dibuka dan dibaca, kinilah waktunya diperbanyak agar beroleh pahala berlipat ganda, huruf per huruf yang kita baca. Ah, sungguh banyak sekali kesempatan kita untuk mengakrabi Ramadhan.
Tentu saja kini waktunya sudah berlalu. Catatan-catatan itu kini benar-benar akan menjadi catatan belaka. Satu-dua hari tersisa ini sangat sulit untuk kita mengubahnya. Jika saja kita termasuk kelompok yang terlanjur menyia-nyiakan Ramadhan dalam waktu hampir satu bulan ini, tinggallah kita menyesali diri saja. Jika harus bertobat lagi untuk menyesalinya, tidaklah salah. Berharap kiranya Allah memberi kita lagi kesempatan bersama Ramadhan di tahun depan, juga tidaklah salah. Segala-galanya tergantung kepada kasih-sayang-Nya kepada kita umatnya. Yang sudah pasti, untuk tahun ini kita hanya mengucapkan, "sayang sekali, dia berlalu begitu saja." Mari merenung untuk tidak terus-menerusmenyesal.***
M. Rasyid Nur, Karimun
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda