BOLEHLAH bangga sejenak. Ketika Kepala Sekolah mengumumkan kelulusan sore Sabtu (07/05) itu, tentu saja rasa gembira membuncah bagi yang dinyatakan lulus. Lulus? Ya, lulus dari satuan pendidikan. Lulus dari sekolah tempat belajar selama tiga tahun dan berhak mendapatkan selembar ijazah yang menyatakan 'lulus' dari sekolah. Dengan ijazah itu pula peserta didik dianggap sudah boleh melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi atau akan bekerja dengan status tamat SMA/ MA/ SMK.
Setelah mengikuti dan menyelesaikan UN (Ujian Nasional) di awal April lalu, dan di awal Mei hasil UN-nya sudah sampai di sekolah, maka sekolah dapat menyatakan seorang siswa itu lulus atau tidak lulus dari satuan pendidikan. Nah, yang dinyatakan lulus itu, tentu saja sangat senang, gembira dan bangga walaupun baru lulus Satuan Pendidikan. Masalahnya, apakah siswa ini benar-benar lulus sebagaimana harapan sekolah dan harapan Pemerintah? Padahal lulus seharusnya tidak semata lulus dari Satuan Pendidikan saja tapi juga harus lulus dalam mengikuti UN yang memang diharuskan peraturan. Inilah yang mestinya dijelaskan. Semua pihak (sekolah, orang tua, masyarakat) wajib memahami ini.
Sejak UN tidak lagi dipakai sebagai syarat kelulusan dari satuan pendidikan, maka kelulusan seorang siswa dari satuan pendidikan tidak lagi dapat diartikan secara otomatis sudah lulus UN. Kini lulus dari satuan pendidikan tidak otomatis dikatakan lulus UN karena lulus UN tidak menjadi syarat kelulusan. Kini, berapapun hasil capaian kompetensi lulusan dari UN seorang siswa tetap dapat diluluskan dari Satuan Pendidikan. Kriteria kelulusan yang dipakai saat ini (sesuai peraturan), antara lain, 1) Telah menyelesaikan semua program pembelajaran dari kelas X s.d. XII; 2) lulus Ujian Sekolah (US) dengan kriteria capaian kelulusan yang ditentukan sekolah; 3) Memeproleh nilai budi pekerti minimal baik; serta 4) Sudah mengikuti UN dengan bukti ada nilai UN. Jadi, berapapun capaian hasil UN itu tetap dapat diluluskan dari satuan pendidikan karena capaian hasil UN tidak dipersyaratkan.
Pemikiran menjadi sedikit terganggu, karena ternyata dengan kriteria kelulusan seperti sekarang, para peserta didik merasa sudah lulus (tamat) dari sekolah karena memang sudah dinyatakan lulus, tapi sebenarnya mereka itu belumlah lulus dari UN. Sesungguhnya, sekolah dan masyarakat (orang tua siswa) sangat berharap agar kelulusan dari satuan pendidikan hendaknya juga sekaligus lulus dalam UN bukan hanya lulus US saja.
Sekda Memberi Pengarahan Seblum UN 2016 |
Sejak UN tidak lagi dipakai sebagai syarat kelulusan dari satuan pendidikan, maka kelulusan seorang siswa dari satuan pendidikan tidak lagi dapat diartikan secara otomatis sudah lulus UN. Kini lulus dari satuan pendidikan tidak otomatis dikatakan lulus UN karena lulus UN tidak menjadi syarat kelulusan. Kini, berapapun hasil capaian kompetensi lulusan dari UN seorang siswa tetap dapat diluluskan dari Satuan Pendidikan. Kriteria kelulusan yang dipakai saat ini (sesuai peraturan), antara lain, 1) Telah menyelesaikan semua program pembelajaran dari kelas X s.d. XII; 2) lulus Ujian Sekolah (US) dengan kriteria capaian kelulusan yang ditentukan sekolah; 3) Memeproleh nilai budi pekerti minimal baik; serta 4) Sudah mengikuti UN dengan bukti ada nilai UN. Jadi, berapapun capaian hasil UN itu tetap dapat diluluskan dari satuan pendidikan karena capaian hasil UN tidak dipersyaratkan.
Pemikiran menjadi sedikit terganggu, karena ternyata dengan kriteria kelulusan seperti sekarang, para peserta didik merasa sudah lulus (tamat) dari sekolah karena memang sudah dinyatakan lulus, tapi sebenarnya mereka itu belumlah lulus dari UN. Sesungguhnya, sekolah dan masyarakat (orang tua siswa) sangat berharap agar kelulusan dari satuan pendidikan hendaknya juga sekaligus lulus dalam UN bukan hanya lulus US saja.
Untuk dipahami bahwa kriteria (sebutan) capaian kompetensi lulusan UN sudah ditentukan sebagai berikut, 1) Sangat Baik (SB) jika nilai lebih dari 85 s.d. 100; 2) Baik (B) jika nilai lebih dari 70 s.d. 85; 3) Cukup (C) jika nilainya lebih dari 55 s.d. 70; 4) Kurang (K) jika nilai kurang atau sama dengan 55. Artinya, jika kriteria capaian itu yang menjadi pedoman berarti setiap siswa yang hanya mampu meraih nilai UN 55,00 (lima puluh lima koma nol nol) atau lebih rendah berarti peserta tersebut mendapat predikat Kurang (K) yang berarti belum lulus. Sementara kalau mampu di atas angka itu hingga 70, baru dinyatakan dengan pridikat Cukup (C). Dan jika C dapat dinyatakan lulus, batas nilai di atas 55 itulah yang akan dinyatakan lulus UN. Tapi jika sekolah menetapkan yang lulus UN adalah dengan capaian B, maka nilai terendah adalah 71.
Disiram Air Sebelum Bagi Ampelop Pengumuman |
Jadi, UN tahun ini, nilainya seperti hasil capaian UN tahun lalu juga. Para peserta didik boleh saja diluluskan dari satuan pendidikan karena nilai US dan beberapa kriteria lainnya sudah terpenuhi meskipun kriteria nilai UN belum tercapai. Mereka dapat disebut sudah lulus (dari Satuan Pendidikan) tapi sesungguhnya mereka belum lulus (untuk nilai UN) yang mereka ikuti. Jadi, jika ingin lulus kedua-duanya mereka harus mengulang kembali dengan mengikuti UNP (UN Perbaikan) yang akan diselenggarakan oleh pemerintah. Sudah saatnya siswa memahami in sebagaimana guru dan orang tua juga wajib memahaminya. Dengan begitu, lulus tapi belum lulus itu tidak perlu terjadi. Semoga.***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda