UNTUK menghadapi rencana penerimaan peserta didik baru pada tahun pelajaran baru (2016/ 2017) Juni-Juli nanti, para Kepala SMA/ MA/ SMK se-Kabupaten Karimun telah bersepakat untuk tidak lagi menerima siswa berlebihan sehingga menyebabkan siswa menjadi korban. Hak peserta didik untuk mendapatkan masa belajar selama 45 (empat puluh lima) menit sesuai Standar Nasional Pendidikan untuk setiap jam pelajaran tidak terpenuhi. Alasannya, karena sekolah terpaksa menggunakan sistem double sheef alias belajar pagi-sore. Alasan ikutannya adalah karena kekurang ruang belajar. Dan pasti masih bisa diperpanjang alasan ini.
Bagi sekolah-sekolah --SMA/ SMK Negeri-- tertentu di Kabupaten Karimun, khususnya di Ibu Kota Kabupaten Karimun selama ini memang masih menjadi tujuan pertama para calon peserta didik untuk mendaftar. Dengan jumlah calon peserta didik yang melebihi jumlah formasi yang ada, otomatis akan terjadi penumpukan calon peserta di salah satu atau beberapa sekolah itu saja. Sementara untuk beberapa sekolah lain, boleh jadi tidak terpenuhi kuota yang ditetapkan Dinas Pendidikan.
Tanpa menyebut sekolah, selama ini memang ada sekolah yang "terpaksa" menerima peserta didik jauh melebihi kapasitas kelas yang tersedia. Walaupun Dinas Pendidikan Kabupaten telah menetapkan kuota peserta didik untuk setiap sekolah, tetap saja ada sekolah yang menerima melebihi ketentuan. Jatah enam atau tujuh rombel (rombongan belajar) misalnya, malah menerima siswa sampai 8-10 rombel. Artinya tetap saja melebihi ketentuan dan kesepakatan.
Alasan sekolah terpaksa menerima siswa berlebih dari kuota yang sudah ditentukan selalu dengan kalimat, "Permintaan dan desakan orang tua alon peserta didik." Konon, dengan alasan ingin sekolah yang dekat dari rumah tempat tinggal, banyak orang tua calon siswa memaksa untuk dapat masuk di sekolah tertentu saja. Lalu dengan berbagai cara berusaha agar anaknya tetap bersekolah di sekolah yang sama itu.
Akhirnya sekolah terpaksa juga menyelenggarakan pembelajaran double sheef. Padahal belajar dengan dua sheef dalam satu hari sudah pasti tidak akan mampu memenuhi alokasi waktu belajar siswa. Ketentuan 45 menit untuk setiap jam pelajaran --sesuai SNP-- tidak akan pernah mampu terpenuhi jika sistem pembelajarannya tetap menggunakan pagi-sore. Dan itulah yang selama ini terjadi, khususnya pada sekolah tertentu itu. Di satu sisi harapan siswa dan orang tua memang tercapai, namun harapan untuk memberi hak waktu belajar sesuai peraturan tidak akan tercapai.
Setiap tahun persoalan klasik ini selalu muncul di awal tahun pelajaran. Dan perdebatan tentang tercapai-tidaknya mutu pendidikan tersebab berkurangnya alokasi waktu belajar selalu pula timbul. Tuduhan sekolah sengaja merampas hak belajar siswa sesuai waktu tidak jarang timbul. Muncul juga tuduhan lain seperti sekolah yang sengaja menerima siswa melampui kuota untuk mendapatkan dana lebih dari siswa (orang tua). Dan oleh sekolah-sekolah swasta yang peminatnya masih rendah, juga ditimbulkan pendapat bahwa sekolah-sekolah negeri itu sengaja merampas 'jatah' siswa baru untuk sekolah swasta.
Maka ketika dalam pertemuan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMA/ MA hari Sabtu (07/05) lalu dibicarakan kisruh penerimaan siswa baru itu, maka momen itu adalah mpmen yang paling tepat. Kebetulan pada pertemuan itu hadir pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun yang akan membicarakan beberapa hal, termasuk masalah PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) itu. Selain menyepakati masalah uang siswa baru, pada pertemuan itu juga disepakati beberapahal berkaitan dengan jumlah kuota untuk PPDB.
Ada beberapa point kesepakatan para peneraju Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dalam pertemuan bulanan yang juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun yang diwakili oleh Kabid Dikmen dan beberapa Kasi Biddikmen, seperti 1) Para Kepala Sekolah sepakat perlunya usaha peningkatan mutu pendidikan dengan menerapkan ketentuan Standar Nasional Pendidikan di sekolah masing-masing; 2) Tidak lagi akan menerapkan sistem double sheef dalam pembelajaran dengan cara menerima peserta didik sejumlah ruang yang ada; 3) Sekolah hanya akan menerima calon siswa baru sesuai ruang kelas yang tersedia.
Dengan kesepakatan para Kepala Sekolah pada pertemuan MKKS dua pekan lalu di MA Yaspika itu, diharapkan sistem double sheef itu benar-benar tidak ada lagi pada tahun depan nanti. Buat sekolah yang selama ini merasa terpaksa menerima siswa di luar kemampuan ruang kelas yang ada, untuk tahun depan ini tidak lagi akan melakukannya. Tentang risiko keberatan atau protes dari orang tua siswa karena anaknya tidak dapat diterima semua, Kepala Sekolah yang sebelumnya-sebelumnya merasa harus mengalah kepada orang tua tapi harus mengorbankan siswa, kini saatnya untuk membela anak-anak calon pengganti generasi itu.
Setelah diseleksi dengan baik dan benar, akuntabel dan transparan, maka selebihnya orang tua yang anaknya tidak dapat ditrerima (sesuai hasil seleksi dan kuota) harus diberi penjelasan. Orang tua juga harus belajar menerima itu demi kebaikan anak-anak mereka juga. Mereka dapat mencari sekolah lain dengan kemungkinan pembelajarannya juga baik. Yang pasti, mereka akan tetap dapat bersekolah walaupun tidak harus di tempat yang sama. Di sisi sekolah, Kepala Sekolah akan menjadi penentu semua kebijakan dan keputusan ini: mau mutu atau tetap jumlah. Konsistensi para Kepala Sekolah memang dinanti sebagaimana sudah disepakati di pertemuan MKKS itu. Sesungguhnya mutu pendidikan lebih utama dari pada jumlah peserta. Semoga!***
Tanpa menyebut sekolah, selama ini memang ada sekolah yang "terpaksa" menerima peserta didik jauh melebihi kapasitas kelas yang tersedia. Walaupun Dinas Pendidikan Kabupaten telah menetapkan kuota peserta didik untuk setiap sekolah, tetap saja ada sekolah yang menerima melebihi ketentuan. Jatah enam atau tujuh rombel (rombongan belajar) misalnya, malah menerima siswa sampai 8-10 rombel. Artinya tetap saja melebihi ketentuan dan kesepakatan.
Alasan sekolah terpaksa menerima siswa berlebih dari kuota yang sudah ditentukan selalu dengan kalimat, "Permintaan dan desakan orang tua alon peserta didik." Konon, dengan alasan ingin sekolah yang dekat dari rumah tempat tinggal, banyak orang tua calon siswa memaksa untuk dapat masuk di sekolah tertentu saja. Lalu dengan berbagai cara berusaha agar anaknya tetap bersekolah di sekolah yang sama itu.
Akhirnya sekolah terpaksa juga menyelenggarakan pembelajaran double sheef. Padahal belajar dengan dua sheef dalam satu hari sudah pasti tidak akan mampu memenuhi alokasi waktu belajar siswa. Ketentuan 45 menit untuk setiap jam pelajaran --sesuai SNP-- tidak akan pernah mampu terpenuhi jika sistem pembelajarannya tetap menggunakan pagi-sore. Dan itulah yang selama ini terjadi, khususnya pada sekolah tertentu itu. Di satu sisi harapan siswa dan orang tua memang tercapai, namun harapan untuk memberi hak waktu belajar sesuai peraturan tidak akan tercapai.
Setiap tahun persoalan klasik ini selalu muncul di awal tahun pelajaran. Dan perdebatan tentang tercapai-tidaknya mutu pendidikan tersebab berkurangnya alokasi waktu belajar selalu pula timbul. Tuduhan sekolah sengaja merampas hak belajar siswa sesuai waktu tidak jarang timbul. Muncul juga tuduhan lain seperti sekolah yang sengaja menerima siswa melampui kuota untuk mendapatkan dana lebih dari siswa (orang tua). Dan oleh sekolah-sekolah swasta yang peminatnya masih rendah, juga ditimbulkan pendapat bahwa sekolah-sekolah negeri itu sengaja merampas 'jatah' siswa baru untuk sekolah swasta.
Maka ketika dalam pertemuan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SMA/ MA hari Sabtu (07/05) lalu dibicarakan kisruh penerimaan siswa baru itu, maka momen itu adalah mpmen yang paling tepat. Kebetulan pada pertemuan itu hadir pihak Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun yang akan membicarakan beberapa hal, termasuk masalah PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) itu. Selain menyepakati masalah uang siswa baru, pada pertemuan itu juga disepakati beberapahal berkaitan dengan jumlah kuota untuk PPDB.
Ada beberapa point kesepakatan para peneraju Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dalam pertemuan bulanan yang juga dihadiri oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Karimun yang diwakili oleh Kabid Dikmen dan beberapa Kasi Biddikmen, seperti 1) Para Kepala Sekolah sepakat perlunya usaha peningkatan mutu pendidikan dengan menerapkan ketentuan Standar Nasional Pendidikan di sekolah masing-masing; 2) Tidak lagi akan menerapkan sistem double sheef dalam pembelajaran dengan cara menerima peserta didik sejumlah ruang yang ada; 3) Sekolah hanya akan menerima calon siswa baru sesuai ruang kelas yang tersedia.
Dengan kesepakatan para Kepala Sekolah pada pertemuan MKKS dua pekan lalu di MA Yaspika itu, diharapkan sistem double sheef itu benar-benar tidak ada lagi pada tahun depan nanti. Buat sekolah yang selama ini merasa terpaksa menerima siswa di luar kemampuan ruang kelas yang ada, untuk tahun depan ini tidak lagi akan melakukannya. Tentang risiko keberatan atau protes dari orang tua siswa karena anaknya tidak dapat diterima semua, Kepala Sekolah yang sebelumnya-sebelumnya merasa harus mengalah kepada orang tua tapi harus mengorbankan siswa, kini saatnya untuk membela anak-anak calon pengganti generasi itu.
Setelah diseleksi dengan baik dan benar, akuntabel dan transparan, maka selebihnya orang tua yang anaknya tidak dapat ditrerima (sesuai hasil seleksi dan kuota) harus diberi penjelasan. Orang tua juga harus belajar menerima itu demi kebaikan anak-anak mereka juga. Mereka dapat mencari sekolah lain dengan kemungkinan pembelajarannya juga baik. Yang pasti, mereka akan tetap dapat bersekolah walaupun tidak harus di tempat yang sama. Di sisi sekolah, Kepala Sekolah akan menjadi penentu semua kebijakan dan keputusan ini: mau mutu atau tetap jumlah. Konsistensi para Kepala Sekolah memang dinanti sebagaimana sudah disepakati di pertemuan MKKS itu. Sesungguhnya mutu pendidikan lebih utama dari pada jumlah peserta. Semoga!***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda