BEBERAPA hari yang lalu, persisnya Jumat (22/04) pagi sekitar pukul sepuluh. Dari sekolah, setelah minta izin ke piket, niat dan hajat akan ke Bang Riau Kepri. Tapi rencana perjalanan Parit Benut (lokasi sekolah) ke Tanjungbalai Karimun (lokasi Bank) ini seperti tidak mendapat restu Ilahi. Bahkan serasa ada nuansa ujian atau teguran dari Tuhan di sini. Rasanya kejadian ini seperti mengingatkan diri sendiri.
Sesungguhnya, jka lancar perjalanan, sejatinya selesai urusan di bank saya akan ke sekolah lagi. Tugas-tugas di sekolah masih menanti ketika ditinggal tadi. Hingga pukul 09.30 sejak pagi, sudah menyelesaikan beberapa administrasi sekolah yang seharusnya memang diselesaikan hari ini. Beberapa sisa, direncanakan akan diselesaikan sepulang dari Bank Riau-Kepri. Tapi, ternyata kejadian ini mengubah rencana. Benar kata guru --mengutip alquran-- bahwa manusia boleh saja mempunyai rencana. Tapi rencana Allah adalah sebaik-baik rencana.
Melewati jalan Sukarno- Hatta (Poros) setelah 15 menit pejalanan dengan mobil saya sudah sampai di sekitar RSUD (Rumah Sakit Umum Daerah) ketika tiba-tiba isteri saya menelpon. Sambil menyetir, saya mengangkat HP yang berdering. "Hallo, sayang. Kenapa?" Saya menjawah say hello isteri saya di seberang sana.
"Papa, kat mana?" Tanyanya melanjutkan suara di telpon.
"Di mobil, nak ke bank. Nak ke BPD." Bank Riau Kepri, dulu bernama Bank Pembangunan Daerah alias BPD. Nama itu masih tetap tersimpan dan tersebut dalam percakapan sehari-hari.
"Bisa menjemput Ibu ke sekolah? Ibu nak balek ke rumah. Ibu ragu, apakah ibu mematikan kompor pagi tadi sebelum ke sekolah?"
Subhanalloh, kata saya dalam hati terkejut. Sudah hampir pukul sepuluh, artinya sudahtiga jam lebih kompor hidup. Bagaimana kalau terbakar? La haula wala quwwata illah.... saya benar-benar terkejut mendengar ucapan isteri saya dari SMA Negeri 2 sana.
Akhirnya saya berpatah balek. Setir mobil saya banting ke kiri untuk berputar kembali ke arah rumah sakit yang sudah jauh saya lewati.
Menjelang sampai di sekitar rumah sakit terbesar Kabupaten Karimun itu, saya mendengar bunyi gdag, gedug, gdag, gdug di bagian ban mobil saya. Saya lalu berhenti. Astaghfirullah, ternyata ban mobil saya sudah tidak berangin lagi bagian belakang-kiri. Saya benar-benar bingung dan panik.
Sambil berdiri diluar, saya kembali menelpon isteri saya menjelaskan bahwa saya tidak bisa menjemputnya ke sekolah untuk dibawa ke rumah.
Tentu saja dia terkejut, "Ban mobilnya kempes," kata saya. "Papa tidak bisa jemput. Carilah teman atau siapa untuk membantu ke rumah," saya menambahkan.
Sampai di situ, saya benar-benar bingung dan panik. Ini ujian apa, ya Tuhan, kata saya dalam hati. Saya jadi terpikir, apakah beberapa kali kemudahan yang saya terima selama ini tidak saya syukuri, sehingga saya hari ini mendapat kesulitan? Waduh, berbagai pikiran dan perasaan bermunculan dalam benak saya.
Berita kompor yang kata isteri saya 'mungkin' hidup sejak pagi --ketika kami meninggalkan rumah-- pukul 06.30 tadi, itu benar-benar merisaukan saya. Sambil terus menelpon isteri saya, saya juga menelpon bengkel langganan saya untuk minta bantu mengganti ban kempes dengan ban serv yang ada. Tentu saja saya harus membawa mobil itu nanti ke bengkel ban.
Dalam kepanikan itulah, alhamdulillah setelah isteri saya sampai di rumah, kembali dia menjelaskan via telpon bahwa ternyata kompornya tidak hidup. Artinya, mungkin sudah dimatikan sejak pagi atau dimatikan oleh anak-anak saya yang perginya memang lebih lambat dari pada kami ke sekolah. Ya, Allah terima kasih, tidak terjadi apa-apa atas kekhawatiran itu. Tapi saya percaya, ini pasti ada maksud Tuhan memberi peringatan seperti itu. Semoga!***
"Bisa menjemput Ibu ke sekolah? Ibu nak balek ke rumah. Ibu ragu, apakah ibu mematikan kompor pagi tadi sebelum ke sekolah?"
Subhanalloh, kata saya dalam hati terkejut. Sudah hampir pukul sepuluh, artinya sudahtiga jam lebih kompor hidup. Bagaimana kalau terbakar? La haula wala quwwata illah.... saya benar-benar terkejut mendengar ucapan isteri saya dari SMA Negeri 2 sana.
Akhirnya saya berpatah balek. Setir mobil saya banting ke kiri untuk berputar kembali ke arah rumah sakit yang sudah jauh saya lewati.
Menjelang sampai di sekitar rumah sakit terbesar Kabupaten Karimun itu, saya mendengar bunyi gdag, gedug, gdag, gdug di bagian ban mobil saya. Saya lalu berhenti. Astaghfirullah, ternyata ban mobil saya sudah tidak berangin lagi bagian belakang-kiri. Saya benar-benar bingung dan panik.
Sambil berdiri diluar, saya kembali menelpon isteri saya menjelaskan bahwa saya tidak bisa menjemputnya ke sekolah untuk dibawa ke rumah.
Tentu saja dia terkejut, "Ban mobilnya kempes," kata saya. "Papa tidak bisa jemput. Carilah teman atau siapa untuk membantu ke rumah," saya menambahkan.
Sampai di situ, saya benar-benar bingung dan panik. Ini ujian apa, ya Tuhan, kata saya dalam hati. Saya jadi terpikir, apakah beberapa kali kemudahan yang saya terima selama ini tidak saya syukuri, sehingga saya hari ini mendapat kesulitan? Waduh, berbagai pikiran dan perasaan bermunculan dalam benak saya.
Berita kompor yang kata isteri saya 'mungkin' hidup sejak pagi --ketika kami meninggalkan rumah-- pukul 06.30 tadi, itu benar-benar merisaukan saya. Sambil terus menelpon isteri saya, saya juga menelpon bengkel langganan saya untuk minta bantu mengganti ban kempes dengan ban serv yang ada. Tentu saja saya harus membawa mobil itu nanti ke bengkel ban.
Dalam kepanikan itulah, alhamdulillah setelah isteri saya sampai di rumah, kembali dia menjelaskan via telpon bahwa ternyata kompornya tidak hidup. Artinya, mungkin sudah dimatikan sejak pagi atau dimatikan oleh anak-anak saya yang perginya memang lebih lambat dari pada kami ke sekolah. Ya, Allah terima kasih, tidak terjadi apa-apa atas kekhawatiran itu. Tapi saya percaya, ini pasti ada maksud Tuhan memberi peringatan seperti itu. Semoga!***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda