SETIAP hari pertama di bulan Mey, selalu ada berita besar tentang buru. Berita besar itu adalah karena buruh selalu mengadakan demo dengan jumlah besar. Lihatlah di Jakarta, Ibu Kota Negara. Selalu ada demo dengan rute di (dari) Bundaran HI oleh mereka yang menyebut diri sebagai buruh Indonesia, bergerak. Dan lazimnya menuju istana kepresidenan atau kantor Pemerintah Pusat lainnya. Di kota-kota provinsi bahkan kabupaten juga sering ada demo 'besar' yang sama sebagai memperingati hari buruh dunia itu.
Bagi kita masyarakat, tentulah tidak masalah demo besar yang membuat berita besar itu. Hanya saja, sebagai masyarakat yang boleh jadi adalah bagian dari buruh itu sendiri (karena keluarganya juga pekerja alias buruh) sama sekali tidak berharap demo besar itu menjadi peristiwa besar karena banyak kejadian buruk (anarkis) yang besar pula. Mengapa? Karena tidak jarang kita lihat, dalam demo-demo buruh itu justeru terjadi perusakan, kericuhan, sweeping teman, saling caci-maki, menghujat orang (tokoh) tertentu, dst dst yang menjadi ciri demonya. Yang seperti itu pasti tidak diinginkan masyarakat.
Hari buruh --may day-- yang secara Internasional sudah ada, sejatinya dipakai menjadi waktu untuk membuat buruh lebih terhormat dan mulia. Kehormatan buruh pastilah akan tergantung kepada buruh itu sendiri, apakah buruh mampu membuat dirinya terhormat atau malah menjadi sasaran sumpah-serapah dan hujat. Buruh terhormat, tentu saja buruh yang disenangi bukan saja oleh perusahaan tempat dia bekerja tetapi juga disenangi oleh masyarakat lainnya yang melihat tindakan dan perbuatan buruh itu setiap hari.
Buruh, jika setiap tuntutannya dapat tersampaikan dengan elegant tentu saja tidak akan pernah terjadi kericuhan dan perselisihan antara pekerja itu dengan majikan atau pemilik perusahaan. Bahwa majikan (pemilik perusahaan) tidak selalu bisa menerima dan mengabulkan permintaan buruh, mestinya juga tidak cepat-cepat menjadi pemicu munculnya kericuhan dan perselisihan antara buruh dengan majikan. Tentang pengusaha (pemiliki perusahaan) yang bandel tentu saja secepatnya Pemerintah mengatasinya sebelum buruh naik emosi. Apapun, jika anarkis yang terjadi, masyarakat juga yang dirugikan.
Sesungguhnya, sebagian masyarakat malah berpikir 'jelek' tentang demo buruh yang narkis itu. Jangan-jangan segala tuntutan yang berujung kericuhan itu adalah rekayasa orang tertentu (entah orang asing atau orang kita sendiri yang tak sadar) untuk selalu tidak amannya perburuhan Indonesia. Bisa saja itu sengaja dibuat untuk merusak tatanan perburuhan di negeri kita. Harus menjadi perhatian semua orang bahwa kericuhan yang dianggap sudah lazim dalam setiap peringatan hari buruh, tidak mustahil adalah setting pihak lain yang tidak menginginkan bangsa dan negara kita (Indonesia) aman tentram.
Maka, setiap peringatan hari buruh sedunia, seharusnya buruh di negeri kita ini berusaha sekuat tenaga untuk mencari cara-cara terbaik agar keadaan tetap aman, perusahaan tetap aman, dan masyarakat di sekitar kita juga terus dalam keadaan aman. Bahwa perjuangan hak dan kemanusiaan buruh terasa belum tercapai, janganlah dijadikan alasan untuk membuat keadaan terus tidak aman. Ayo, mari lebih cerdas, lebih mengedapankan harapan dan perasaan (hati) dari pada emosi yang membuat ricuh selalu terjadi. SELAMAT HARI BURUH INTERNASIONAL, SELAMAT DAN SELAMATKAN PARA BURUH NASIONAL!***
Posting Komentar
Berikan Komentar Anda